Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

13 Maret 2019   08:47 Diperbarui: 13 Maret 2019   08:52 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab XI

Kekuasaan dititipkan 
Kekuasaan diciptakan
Kekuasaan diambil paksa
Kekuasaan dirudapeksa
Tertulis dalam setiap perjalanan sejarah
Di belahan bumi manapun yang berisi darah
Tertumpangkan dalam prasasti
Di kerajaan, kekaisaran, dan nagari 
Terlupakan jika kalah
Termahsyurkan jika penakluk yang gagah

Bab XII

Ibukota Galuh Pakuan.  Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya berhenti di gerbang kota.  Mereka masih diiringi oleh para pengawal dari Garda Kujang Emas Garuda yang dulu menemui mereka di sekitar Padepokan Segoro Langit. 

Kali ini gerbang langsung saja membuka begitu Dewi Mulia Ratri menampakkan dirinya kepada penjaga.  Para penjaga memberi hormat dengan sigap. Mereka tahu yang datang adalah pimpinan tertinggi dari Garda Kujang Emas Garuda.  Pengawal khusus raja yang berilmu luar biasa tinggi dan sanggup melakukan sihir-sihir aneh yang menakutkan.  Dulu mereka ketakutan dan tidak mau membuka gerbang karena ancaman mengerikan Pangeran Bunga.

Mereka sudah mendengar kabar dari pasukan yang menyerbu ke Padepokan Sanggabuana bahwa pasukan itu diporak-porandakan oleh Dewi Mulia Ratri dan Bimala Calya.  Penyerbuan itu gagal total.  Semuanya terluka dan harus menanggung malu pulang ke ibukota.  Rupanya itu menghancurkan mental para pengikut Pangeran Bunga dan sebaliknya menaikkan moral para penentangnya di ibukota.  

Permaisuri dan pemangku kerajaan ikut senang dengan perubahan ini.  Mereka sangat menjaga keutuhan kerajaan sehingga tidak mau mencoba cara kekerasan untuk menumpas pemberontakan terselubung yang sedang digalang Pangeran Bunga.  Kejadian di Sanggabuana membuat pergeseran kekuatan di ibukota.  Para pendukung Pangeran Bunga sekarang banyak diam dan tidak lagi berani membuat ulah.

Itu juga yang menyebabkan para penjaga gerbang kota berubah sikap.  Mereka mempersilahkan Dewi Mulia Ratri dan rombongannya masuk ke dalam kota dengan senang hati. 

Dewi Mulia Ratri bersama rombongannya bergerak cepat menuju istana kerajaan.  Gadis ini tidak sabar untuk bertemu ayahnya.  Ayahnya pasti mempunyai banyak informasi yang bermanfaat.  Semangatnya saat ini adalah mencoba membangun kembali kekuatan Galuh Pakuan.  Ancaman dari Lawa Agung bukan main-main.  Belum lagi pergolakan di Majapahit yang santer terhembus pasti akan juga menyeret Galuh Pakuan dalam pusaran perang.  Terutama di perbatasan.

Sesampainya di istana, Dewi Mulia Ratri bergegas menyampaikan kepada petugas jaga untuk bertemu dengan Panglima Candraloka atau Ki Mandara atau ayahnya Pendekar Sanggabuana.  Petugas yang sedang berjaga mengatakan bahwa Panglima Candraloka sedang pergi ke perbatasan di Sungai Pamali, Ki Mandara pergi ke Pulau Percha dan Pendekar Sanggabuana pergi ke pesisir selatan dengan ditemani oleh seluruh anggotanya.

Kontan hal ini membuat Dewi Mulia Ratri kecewa.  Hanya ketiga orang itu yang bisa diajak berunding.  Tapi semuanya tidak ada.  Gadis ini lantas memanggil Panglima Muda Bhirawa agar menemuinya di istana pengawal raja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun