Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ruangan Gelap

18 Februari 2019   02:45 Diperbarui: 18 Februari 2019   03:00 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melodi yang sangat berantakan. Dipersembahkan daun-daun berserakan. Disapu angin dingin Bulan Februari. Pada pertunjukan permulaan musim semi. Di negeri yang hanya punya hujan dan matahari.

Memori yang penuh kericuhan. Dikacaukan oleh kepulangan percikan-percikan kenangan. Menyusur urat syaraf kebas, di benak yang tak mungkin dipasang pagar berduri bagi pelintas batas.

Memento mori. Kalimat singkat yang mengingatkan akan mati. Mendekam di sudut mata hati. Mencengkeram kuat seumpama janji-janji yang mesti ditepati.

Kain mori. Ditenun untuk tidak melupakan bagaimana kita nanti. Hidup sekarang untuk mati kemudian. Bukan demi hidup sekarang, mati kelak dipikir kemudian.

Dalam hidup, kita ada di sebuah ruangan yang sebenarnya digelapkan. Kita meraba-raba untuk tahu kebenaran itu apa. Itupun sesudah menelan kesalahan berulangkali. Lalu memuntahkannya lebih dari sekali. Setelah sadar diri.

Tembilahan, 18 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun