Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ini Purnama, Sayang

19 Januari 2019   21:39 Diperbarui: 19 Januari 2019   22:32 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini saatnya purnama tiba, sayang. Lihatlah langit sedang menularkan banyak kegembiraan. Bunga-bunga kapas menarikan tarian istimewa. Digiring angin yang berusaha keras untuk tak menjatuhkannya.

Hapus rasa murung yang mengurung wajahmu, sayang. Sekarang bukan saatnya mendung menurunkan hujan. Perhatikan ke angkasa. Purnama menjadikan dirinya panggung pertunjukan opera.

Manakala masih ada duka yang melipat keningmu menjadi beberapa bagian, segera lepaskan sayang. Kini bukan waktu yang tepat untuk meratap. Inilah saat yang hebat untuk menyanjung panorama. Sebagian besar bahagia ada di sana. Cobalah untuk mencicipinya.

Apabila setelah puncak malam terlewati purnama dan kau tak merasakan apa-apa, mungkin kau harus buru-buru berkaca. Lihatlah bagaimana raut mukamu di sana. Apakah terserak seperti daun-daun kering, atau memancarkan sebuah aura telaga yang bening.

Kalau yang pertama kau temukan, berusahalah tetap tersenyum, sayang. Pada akhirnya duka pun ada saatnya pulang.

Jika yang kedua kau jumpa, berarti kau baik-baik saja. Aku turut bahagia.  

Bogor, 19 Januari 2019

.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun