Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Idu Geni

11 Januari 2019   10:09 Diperbarui: 11 Januari 2019   10:51 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab II

Kini dunia berlari sangat kencang
Menyusuri pinggiran waktu yang berputar kejam
Melindas kemauan dan kesungguhan yang absurd
Meramalkan gundah yang berhamburan 
Melupakan orang orang yang tertinggal di belakang
Menjadi kerak kerak tergilas jaman

Bab III-1

Pantai Ngobaran. Arawinda sedang berlatih di atas sebuah batu karang yang menonjol di permukaan laut.  Gurunya Si Bungkuk Misteri duduk di karang agak jauh di depannya.  Pantai di sini sangat tidak ramah.  Selain banyak batu karang dan jarang sekali tempat yang landai, ombak laut selatan di sini cenderung pemarah. 

Badai juga sering terjadi di pantai ini.  Tidak main main.  Badai badai yang bisa digolongkan sebagai badai badai besar dan raksasa.  Seringkali kapal kapal yang terseret arus ganas laut selatan berakhir di sini.  Cukup banyak kapal kapal yang bernasib sial seperti itu kandas dan tenggelam di laut sekitar Ngobaran. 

Termasuk salah satunya adalah kapal bajak laut terkenal jaman dulu yang bernama Lanun Samudera.  Bajak laut ini dulu terkenal sebagai perompak yang sangat ganas.  Bahkan iring iringan kapal dari kerajaan terkenal Kutai dirompak di laut utara.  Semua barang berharga diambil paksa.  Lalu dengan cepat menghilang di cakrawala saat pengejaran dilakukan oleh armada laut Kutai. 

Mereka terus dikejar oleh pasukan laut kerajaan Kutai sampai harus berputar melewati selat Blambangan dan menghilang di laut selatan.  Kapal kapal pemburu kerajaan Kutai terus mencari karena banyak benda pusaka yang ikut dirompak oleh Lanun Samudera.  Salah satunya yang sangat terkenal adalah Gendewa Bernyawa milik kerajaan Kutai yang baru saja dipersembahkan oleh Kerajaan Kali di India sebagai tanda persahabatan.

Di laut selatan, Lanun Samudera terus berlayar menuju ke Nusakambangan untuk bergabung dengan gerombolan bajak laut lain.  Akan tetapi baru sampai di pertengahan, yaitu daerah sekitar Ngobaran, mereka disergap oleh badai besar yang tidak sanggup lagi ditahan oleh kapal mereka.  Setelah diombang ambingkan badai dan gelombang tinggi, kapal bajak laut terkenal itu terdampar di perairan Ngobaran, menghantam karang dan tenggelam bersama seluruh isinya.

Legenda ini hidup selama ratusan tahun lamanya.  Banyak sekali orang yang mencoba mencari harta karun dan barang barang berharga di kapal Lanun Samudera namun tidak pernah berhasil menemukannya.  Tidak ketinggalan pula para pendekar dan penjahat di dunia persilatan.  Mereka berlomba lomba mencari benda benda pusaka termasuk Gendewa Bernyawa yang sakti.  Tetap saja tidak ada yang berhasil.

Kapal Lanun Samudera tenggelam di antara karang karang yang banyak terdapat di perairan Ngobaran.  Untuk mencapai karang karang itu menggunakan perahu sangatlah tidak mungkin.  Gelombang di wilayah itu sangat tinggi.  Perahu pasti terbalik sebelum sampai tujuan.  

Dari daratan juga sulit.  Orang harus sangat luar biasa sakti agar bisa mencapai batu karang satu demi satu hingga bisa mencapai Karang Ngobar, tempat Lanun Samudera tenggelam.  Setelah itu pun, kesulitan belum usai.  Harus menjadi seorang ahli selam yang sangat ahli dan berpengalaman agar dapat mencapai kapal yang tenggelam itu.

Ada satu waktu yang ditunggu tunggu oleh para pemburu harta pusaka itu.  Yaitu sebuah musim yang dinamakan musim Raja Badai.  Sebuah musim badai yang terjadi setiap dua puluh lima tahun sekali.  Pada saat musim itu tiba, laut selatan bergolak luar biasa.  Gelombang bisa setinggi pohon kelapa dan kekuatannya bisa membongkar seluruh isi lautan.  Memindahkannya dengan mudah ke tengah laut atau ke pinggir pantai. 

Sejak kejadian perburuan harta karun Lanun Samudera ratusan tahun yang lalu, telah terjadi belasan Raja Badai.  Kapal kapal yang tenggelam di perairan sekitar Ngobaran bergeser dibawa arus dan gelombang raksasa ke tepi pantai secara pasti.  Sudah ada dua kapal yang sekarang bahkan nangkring di daratan tidak jauh dari bukit terjal tempat pondok Arawinda berada.

Orang orang lalu menambahkan dalam legenda Lanun Samudera, bahwa suatu saat kelak bangkai kapal Lanun Samudera juga akan sampai ke daratan juga.  Meskipun tidak ada yang tahu secara pasti kapan waktunya.

Di setiap musim Raja Badai, banyak sekali orang yang memberanikan diri ke Pantai Ngobaran.  Mencoba peruntungan siapa tahu kapal Lanun Samudera sudah waktunya terseret ke daratan.  Dan itu belum juga terjadi hingga sudah belasan kali musim Raja Badai terjadi.  Sepertinya kapal Lanun Samudera terlalu besar dan berat sehingga Raja Badai sekalipun hanya bisa menggesernya sedikit demi sedikit.

Lima purnama ke depan musim Raja Badai akan kembali tiba.  Arawinda kini mengerti kenapa gurunya berdiam di pantai ini meskipun tidak bercerita.  
Si Bungkuk Misteri hanya sempat berucap bahwa dia adalah penjaga keseimbangan.  Gendewa Bernyawa adalah pusaka yang maha dahsyat.  Bagi siapapun yang memilikinya akan menjadikannya seorang yang luar biasa tangguh dan mematikan.  Gendewa itu mempunyai kemampuan yang mengerikan.  

Senjata itu sekali terpentang dan dibidikkan, akan mengeluarkan ratusan anak panah berapi dalam sekali bidik.  Sangat cocok untuk dijadikan senjata dalam menghadapi sebuah pasukan yang besar.

Gendewa Bernyawa adalah legenda yang berusia ribuan tahun.  Kabarnya senjata itu adalah senjata Adipati Karna dalam hikayat pewayangan yang dipergunakan dalam perang Bharatayuda saat melawan Pandawa.  Diwariskan secara turun temurun di Kerajaan Kali di India.  Lalu dijadikan alat tukar menukar hadiah dengan Kerajaan Kutai yang memberikan juga sebuah pusaka yang tidak kalah bertuahnya dengan Gendewa Bernyawa kepada Kerajaan Kali.

Si Bungkuk Misteri memberikan nasehat berulangkali kepada Arawinda untuk tekun berlatih ilmu pukulan Aguru Bayanaka.  Saat musim Raja Badai tiba, akan banyak sekali tokoh yang datang untuk memperebutkan benda pusaka Gendewa Bernyawa jika memang Lanun Samudera terseret badai hingga ke tepi pantai.  Arawinda harus membantu gurunya dalam menjaga keseimbangan dunia persilatan.  Gendewa itu terlalu berbahaya jika jatuh ke tangan seorang yang sesat atau tamak kuasa.

Demikianlah, Arawinda menjadi sangat bersemangat berlatih.  Ilmu pukulan Aguru Bayanaka sangat dahsyat namun rumit saat mendalaminya.  Ilmu pukulan ini  bersumber pada unsur alam kayu.  Ilmu ini bisa menjadi lunak jika berhadapan dengan lawan yang memiliki ilmu keras dan bisa menjadi keras jika lawan memiliki ilmu yang lunak.  

Kehebatannya yang lain adalah, Aguru Bayanaka memiliki unsur sihir di dalamnya.  Ilmu ini bisa membangkitkan pasukan pohon pohon hidup.  Agak mengerikan.  Seperti yang pernah dipraktekkan dulu oleh Raja Iblis Nusakambangan.  Namun sihir yang diperlihatkan oleh Raja Iblis Nusakambangan adalah ilmu sihir hitam dan bukan murni ilmu pembangkit seperti Aguru Bayanaka.  Ilmu pembangkit dalam Aguru Bayanaka jauh lebih dahsyat dan kuat karena pasukan pohon yang dibangkitkan jauh lebih banyak dibanding sihir hitam Raja Iblis yang hanya bisa membangkitkan tidak lebih dari sepuluh pohon saja.

Tugas yang akan diembannya sangatlah berat.  Menjaga keseimbangan berarti harus siap berhadapan dengan para tokoh sesat yang mempunyai kemampuan hebat.  Belum lagi kenyataan bahwa tokoh tokoh sesat itu bisa dengan mudah bersekutu untuk mencapai tujuan,  meski pada akhirnya juga mudah untuk bermusuhan kembali. 

Dalam waktu yang cukup singkat ini dia harus menguasai Aguru Bayanaka yang dahsyat.  Gurunya memang tokoh ajaib dunia persilatan.  Cara melatihnya juga tidak lumrah.  Pernah suatu ketika dia harus berlatih di laut saat gelombang sedang besar dan terdapat angin topan melanda.  Dia juga pernah diminta untuk berlatih di sebuah gua yang sangat dalam dan gelap gulita di sebuah tebing selama beberapa hari.  Tanpa cahaya maupun penerangan apapun.  Bahkan yang paling mengerikan, dia disuruh berlatih di bawah permukaan laut tempat sarang ular dan ubur ubur laut yang sangat berbahaya.

Selain harus menahan nafas, mengambil udara di permukaan, kembali lagi ke bawah, Arawinda juga masih harus menghadapi ular ular laut dan ubur ubur beracun.  Latihan terberat dalam hidupnya.  Untunglah dia sanggup menjalaninya.  Ternyata semua cara latihan yang tidak lumrah itu justru membuat kemampuannya meningkat dengan pesat.  

Bahkan tanpa disadarinya, latihan berat di dalam gua yang gelap itu membuat ilmu sihirnya melonjak hingga beberapa tingkat sehingga mendukung penguasaannya terhadap Aguru Bayanaka.  Latihan terberat di dalam laut membuat tenaga dalam dan hawa murni di dalam tubuhnya juga meningkat berlipat lipat.

Dan puncak dari semua latihannya adalah saat Si Bungkuk Misteri membawa Arawinda ke sebuah tempat di sebuah lembah yang sangat terasing. Pepohonan di hutan itu sangat lebat.  Seperti hampir tak ada celah bagi manusia untuk melangkah saking rapatnya.  Si Bungkuk Misteri mengerahkan ajian Aguru Bayanaka dan membuat pasukan pohon yang dibuatnya menyerang Arawinda dengan dahsyat.  

Gadis itu tentu saja kalang kabut tidak karuan.  Puluhan pasukan pohon itu berderak derak menyerangnya dengan hebat.  Gerakan pasukan ajaib itu sama sekali tidak kaku seperti layaknya pohon.  Namun lincah dan sangat berbahaya.

Tugas yang diberikan oleh Si Bungkuk Misteri kepada Arawinda adalah menciptakan pasukan pohon tandingan untuk melawan pasukan pohon sang Mahaguru.  Gadis itu mematuhinya.  Puluhan pohon hidup dan tercerabut dari akarnya untuk menghadapi puluhan pohon yang menyerang.  

Perbedaannya sangat jelas.  Pasukan pohon Arawinda sangat kaku gerakannya.  Sementara pasukan pohon Si Bungkuk Misteri sangat luwes dan lincah layaknya manusia.

Pertarungan yang terjadi menjadi sangat tidak seimbang.  Karena pasukan Arawinda bergerak lambat dan kaku, mudah saja bagi pasukan Si Bungkuk Misteri menghajar dan mengalahkan mereka.  Si Bungkuk Misteri mengembalikan pasukan pohonnya  dan memberikan petunjuk kepada muridnya.

"Muridku, semakin kau menguasai Aguru Bayanaka, maka semakin hebat pasukan ajaib ini kau bisa ciptakan.  Pasukan pohon ini jauh lebih tangguh dibandingkan pasukan terlatih manusia karena pohon ini tidak merasakan sakit dan selalu maju pantang mundur."

Arawinda menggangguk takzim dan melanjutkan dengan sebuah pertanyaan,

"Kapan aku bisa mencapai tingkatan seperti guru tadi?"

Si Bungkuk Misteri tersenyum,

"Rajin rajinlah berlatih nak, semakin rajin kau berlatih...kau akan cepat mencapai tingkatan ini dengan cepat...tingkatan tertinggi Aguru Bayanaka akan membuatmu bisa membuat pasukan yang tak terkalahkan sekaligus juga membuatmu bisa meremukkan baja yang paling kuat atau bahkan melubangi air.."

Kembali Arawinda mengangguk takjub.  Meremukkan baja jauh lebih dahsyat dibanding mematahkannya.  Melubangi air?  Ini yang dia sangat bingung.  Bagaimana cara air bisa dilubangi?  

Aaahh, Arawinda semakin penasaran dengan kehebatan ilmu pukulan ini jika telah mencapai kesempurnaannya.  Waktu lima purnama sepertinya sangat berharga untuk menyempurnakan ilmu pukulan tersebut sebelum tempat ini digaduhkan dengan peristiwa langka Raja Badai.

---

Dan lima purnama berlalu tanpa terasa.  Beberapa hari lagi adalah saatnya puncak Raja Badai.  Arawinda bersama gurunya menyaksikan dari jauh betapa orang orang mulai berdatangan di Ngobaran.  Mereka mendirikan kemah dan pondok pondok kecil di bukit bukit kecil tidak jauh dari pantai. Tidak ada yang berani mencoba tinggal terlalu dekat dengan pantai.  Musim Raja Badai biasanya menimbulkan gelombang hingga setinggi pohon kelapa dan angin topan yang sangat kencang.  Terlalu berbahaya untuk berdekatan dengan pantai. 

Nampaklah pemandangan yang menarik jika dilihat dari bukit tempat Arawinda dan Si Bungkuk Misteri berdiam.  Kemah kemah dan pondok pondok berjajar di sepanjang puncak bukit.  Kerumunan orang terlihat di sana sini.  Berbagai macam latar belakang orang berkumpul di sekitar ceruk pantai berkarang yang sempit.  Bersiap siap mempertaruhkan nyawa untuk sesuatu yang maha dahsyat.

Belum nampak orang orang yang sangat terkenal di kalangan dunia persilatan maupun kerajaan.   Yang sudah hadir rata rata adalah orang orang semenjana yang ada karena ingin meramaikan peristiwa sekaligus penasaran terhadap keajaiban dan peruntungan. 

Arawinda berucap kepada gurunya,

"Guru...kemanakah para tokoh-tokoh hebat dunia persilatan?  Bagaimana menurut guru kemampuan saya jika nanti akan berhadapan dengan mereka?"

Si Bungkuk Misteri menatap muridnya yang dalam dalam. 

"Nak...mereka baru akan menampakkan diri pada hari tepat saat Raja Badai tiba.  Kemampuanmu?  Aku rasa sudah bisa mengimbangi para datuk Delapan Penjuru Mata Angin.  Jangan pernah lupa nak, kemenangan dalam pertarungan nanti juga ditentukan oleh ketahanan mentalmu."

Arawinda tidak melanjutkan dengan pertanyaan apapun lagi.  Gadis ini membayangkan, para tokoh Delapan Penjuru Mata Angin adalah tokoh tokoh nomor satu.  Jika menurut Si Bungkuk Misteri dia bisa menandingi kemampuan mereka, itu berarti peningkatan kemampuannya luar biasa pesat.  

Dulu dia bahkan tidak bisa bertahan hingga dua puluh jurus melawan mereka.  Arawinda terus tenggelam dalam lamunannya.  Namun terputus seketika saat matanya menangkap beberapa orang berdatangan tidak jauh dari tempatnya.

Orang orang itu semua berbaju compang camping.  Membawa tongkat dengan warna yang sama.  Keperakan.  Hmmm...para Pengemis Tongkat Perak sudah tiba.  Perkumpulan pengemis ini cukup terkenal di dunia persilatan.  Selain bermarkas di Ibukota Kerajaan Majapahit, juga karena karena perkumpulan ini  cukup banyak mempunyai anggota.  Jumlahnya bisa mencapai ribuan di seantero kerajaan Majapahit.

Perkumpulan pengemis ini bukan sepenuhnya hendak mengejar peruntungan mendapatkan pusaka Gendewa Bernyawa, namun lebih kepada berburu harta karun.  Mereka menyadari bahwa tokoh tokoh pimpinan Perkumpulan Pengemis Tongkat Perak tidak akan mampu bersaing dengan para datuk dunia persilatan jika harus ikut memperebutkan pusaka ajaib itu.  Mendapatkan harta karun akan semakin memperbesar perkumpulan mereka.  Ada sebuah cita cita besar tersembunyi yang dicanangkan oleh para pimpinan perkumpulan.  Pada saatnya nanti akan dibuka semua kepada anggota perkumpulan.

Arawinda memalingkan wajah saat di kejauhan terdengar derap kaki kuda berduyun duyun datang.  Gadis ini tertarik melihat umbul umbul merah dan kuning yang berkibar megah.  Hmmm Majapahit!

Selanjutnya dari arah barat muncul juga serombongan pasukan berkuda dengan umbul umbul warna hijau.  Arawinda mengerutkan keningnya.  Ini rombongan kerajaan juga.  Tapi kerajaan mana?  Dia mengingat ingat umbul umbul kebesaran Galuh Pakuan.  Bukan, ini bukan warna kebesaran Galuh Pakuan.  Aaahh ini pasti warna kebesaran kerajaan sempalan dari tanah pasundan itu.  Lawa Agung!

Setelah dua rombongan itu sama sama mendekat ke arah bukit tujuan mereka masing masing, Arawinda bisa melihat dengan jelas meski masih cukup jauh jaraknya dengan tempat dia berdiri memperhatikan. 

Rombongan Majapahit dipimpin oleh Ki Tunggal Jiwo.  Diikuti oleh Maesa Amuk, Madaharsa, Bledug Awu Awu, Tiga Pendekar Malaikat dari negeri Cina, Ki Biantara, dan Ardi Brata.  Nampak pula Bimala Calya yang berkuda di samping Ardi Brata.  Wajah gadis cantik itu terlihat bersinar sinar gembira. 

Mahapatih Gajahmada sengaja memerintahkan agar Sayap Sima menurunkan kekuatan penuh kali ini.  Gendewa Bernyawa terlalu berbahaya jika jatuh ke tangan musuh.  Busur ajaib itu bisa mengeluarkan ratusan panah berapi dalam sekali bidik.  Jika kerajaan musuh memilikinya maka Majapahit akan berada dalam kesulitan besar apabila terjadi peperangan.

Bimala Calya merasa sangat bersemangat ketika gurunya memperbolehkan ikut ke Ngobaran.  Harapannya cuma satu, bisa bertemu dengan Arya Dahana di sini.  Pemuda itu pasti tidak akan melewatkan kesempatan langka yang jarang sekali terjadi di dunia persilatan.  Dia pasti datang.  Itulah mengapa wajah gadis ini terlihat berseri seri gembira.

Di puncak bukit yang tidak terlalu jauh.  Raja Iblis Nusakambangan memimpin rombongan Lawa Agung dengan gagah.  Diiringi oleh Lima Hulubalang tangguh pengawal Panglima Kelelawar, Lima Kobra Benggala dan Nyai Genduk Roban.  Panglima Kelelawar tidak kelihatan di antara rombongan.  Tapi siapapun yang mengenalnya sangat yakin, tokoh sakti ini pasti tidak akan melewatkan kesempatan mendapatkan Gendewa Bernyawa.  Pusaka ini akan sangat berguna bagi Lawa Agung dalam menghadapi Galuh Pakuan kelak.

Arawinda tidak menyadari bahwa di ujung bukit terjauh dari pantai telah hadir pula tokoh sesat yang luar biasa sakti Datuk Rajo Bumi bersama muridnya Putri Anjani.  Datuk ini semula tidak tertarik untuk datang ke tempat ini.  Namun Putri Anjani berhasil meyakinkannya.  

Putri Laut Utara ini menyampaikan sebuah alasan kuat yang sulit ditolak oleh Datuk Rajo Bumi. Jika ingin membuat dirinya menjadi wanita penebar maut nomor satu di dunia persilatan, maka memiliki Gendewa Bernyawa adalah salah satu caranya.

Arawinda memutuskan untuk berhenti memperhatikan siapa saja yang telah di datang ke tempat ini.  Gadis ini kembali memusatkan perhatian sepenuhnya pada latihannya.  Dia tidak mau gagal membantu gurunya dalam menjaga keseimbangan.  Aguru Bayanaka miliknya tidak lama lagi akan sampai pada tingkat tertinggi.  Dia akan terus mengasah ilmu tersebut meski juga menyadari bahwa waktu beberapa hari ini tidak akan mungkin untuk membuatnya sempurna. Dan tenggelamlah gadis cantik ini dalam latihan yang menguras tenaga dan pikirannya.

---

Dewi Mulia Ratri menghentikan larinya.  Dia telah sampai di pantai selatan.  Tapi benarkah ini Pantai Ngobaran?  Dia mendapatkan keterangan dari beberapa orang yang ditemuinya di jalan.  Pantai Ngobaran adalah pantai yang sangat terjal dan berkarang.  Namun pantai yang ditemuinya sekarang adalah pantai yang sangat landai dengan pasir putih yang terhampar memanjang sepanjang pantai. 

Sepertinya aku salah pantai.  ini pasti bukan Ngobaran.  Pikir Dewi Mulia Ratri.  Dia mendapatkan saran dari ayahnya yang telah berunding dengan Ki Mandara bahwa Gendewa Bernyawa tidak boleh terjatuh ke tangan Majapahit atau Lawa Agung.  Dan dia mendapatkan tugas agar itu tidak terjadi. Sambil memikirkan sumpah dan dendamnya terhadap Majapahit, Dewi Mulia Ratri terbangkitkan semangatnya dalam menerima tugas berat itu. 

Dia ditugaskan sendirian.  Tidak ada siapapun dari Galuh Pakuan selain dirinya yang akan datang ke Pantai Ngobaran.  Ki Gularma tidak diketahui lagi dimana rimbanya.  Pangeran Bunga yang menyebalkan itu sekarang malah diangkat sebagai pimpinan Kujang Emas Elang.  Sementara Garda Kujang secara keseluruhan di bawah komando Ki Mandara sendiri yang semenjak kematian muridnya Andika Sinatria, kembali turun tangan langsung memimpin pasukan.

Ayahnya masih menetap di ibukota Galuh Pakuan untuk berjaga jaga dari segala kemungkinan buruk perebutan kekuasaan sepeninggal Raja Linggabuana, Putri Dyah Pitaloka dan Andika Sinatria.

Sang Permaisuri mengambil alih tampuk kekuasaan Galuh Pakuan sambil menunggu saat yang tepat untuk menobatkan salah satu putra raja bernama Niskala sebagai raja.  Putra raja tersebut masih belasan tahun dan di bawah umur sehingga waktu penobatan ditunda sementara hingga usianya mencukupi.

Kembali kepada Dewi Mulia Ratri yang sedang kebingungan.  Gadis yang hanya tahu bahwa puncak musim Raja Badai tinggal beberapa hari lagi, memutuskan untuk menelusuri pantai ke arah timur sesuai dengan firasatnya. 

Benar saja, setelah seharian berjalan, pantai yang sebelumnya landai kini digantikan oleh pantai yang berkarang.  Di kejauhan nampak puncak bukit bukit kecil.  Dari sini dia harus berhati hati sekarang.  Dia sangat yakin Majapahit akan mengirimkan Sayap Sima ke sini.  Jika mengingat akan sumpahnya, Dewi Mulia Ratri akan dengan senang hati berjumpa dengan orang orang Majapahit dan Lawa Agung.  Namun tugasnya dari kerajaan tetaplah yang paling utama dan dia tidak akan mengacaukannya. 

Biarlah dia akan mengabaikan jika berjumpa dengan orang orang Majapahit dan Lawa Agung untuk sementara.  Jika nanti dia sudah bisa memastikan bahwa Gendewa ajaib itu tidak jatuh ke tangan dua kerajaan itu, maka dia akan mulai memenuhi sumpah Idu Geninya.

Dewi Mulia Ratri melanjutkan perjalanannya dengan sangat berhati hati.  Gadis ini malah sedikit memutar ke belakang tebing pantai agar terhindar dari perjumpaan yang tidak sengaja dengan pasukan Majapahit  maupun Lawa Agung. 

Gadis ini terlalu jauh memutar dari arah belakang sehingga tidak menyadari bahwa dirinya telah sampai di ujung paling timur Pantai Ngobaran dan mendaki bukit tempat Arawinda dan Si Bungkuk Misteri berdiam.

Alangkah kagetnya gadis cantik dari tanah Pasundan ini ketika didengarnya angin tajam bersiutan di atas bukit itu.  dengan cepat gadis ini bersembunyi di balik batu batu besar yang terdapat di bukit ini.  Suara ini sangat dikenalnya sebagai angin pukulan jurus jurus sakti yang tidak sembarangan.  Seseorang sedang berlatih di atas sana!

Dewi Mulia Ratri mengendap endapkan langkahnya.  Dia tidak ingin kedatangannya diketahui.  Dia tidak ingin terjadi perseteruan sebelum hari yang dinanti tiba.  Gadis ini menunda langkahnya sambil menatap kagum pada pemandangan di depannya. 

Arawinda sedang berlatih jurus jurus pukulan yang sangat dahsyat.  Gerakan gadis manis ini sangat kaku dan patah patah namun luar biasa hebat. Angin bersuitan mendahului pukulannya.  Puncaknya saat Arawinda menghantamkan sebuah pukulan ke sebuah batu besar yang teronggok di depannya.

"Duaaaaarrrr..."

Batu itu hancur berkeping keping. 

Dewi Mulia Ratri yang menyaksikan ini berdecak kagum.  Dia tahu Arawinda adalah seorang yang tangguh.  Namun ini jauh berbeda.  Gadis itu seperti menjelma menjadi seorang datuk persilatan yang siap menyaingi para tokoh delapan penjuru mata angin.  Luar biasa!

Dewi Mulia Ratri kemudian tersadar dari kekagumannya dengan cepat saat angin pukulan yang dahsyat itu menuju ke batu tempatnya bersembunyi. Buru buru gadis sunda ini berjumpalitan menjauh.  Untung saja, karena batu besar itu sekarang sudah tidak berbekas lagi.  hancur berantakan dihantam pukulan Aguru Bayanaka Arawinda.

Arawinda bertolak pinggang di depannya.  Siap siap melancarkan pukulan susulan atau makian.  Tapi setelah gadis itu tersadar dia sedang berhadapan dengan siapa, justru sekarang gadis itu memekik senang.

"Aaaahhh! Dewi Mulia Ratri....untunglah kau tidak apa apa.  Maaf aku menyerangmu tadi, karena aku pikir ada seorang penyusup gila yang suka mengintip. Maaf ya kakak yang baik...."

Dewi Mulia Ratri tersenyum geli.

"Tidak apa apa Arawinda....aku lah yang tidak sopan karena mengintipmu saat berlatih...pukulanmu luar biasa hebat!  Kamu tidak perlu mengkhawatirkan si Raja Iblis itu sekarang."

Arawinda sedikit berubah mukanya mendengar nama itu disebut.  Namun tidak lama. Wajahnya kembali berseri seri sambil memegang tangan Dewi Mulia Ratri.

"Kakak yang cantik, kenapa kau tiba tiba berada di tempat ini?...aaahhh...kau pasti juga berniat memperebutkan gendewa pusaka itu bukan?"

Kembali Dewi Mulia Ratri tersenyum.  Dia suka sekali gadis yang sangat riang ini.  Sekali mereka bertemu sebagai lawan saat perang perbatasan Blambangan.  Lalu bahu membahu menjadi kawan ketika Perang Bubat terjadi.

"Aku kesini ingin melihat keramaian Arawinda.  Pasti banyak orang Majapahit dan Lawa Agung di sini.  Aku akan sampaikan pesan dari neraka di hadapan orang orang licik dan kejam itu satu demi satu!"

Suara bening itu mengeluarkan desis dendam yang sangat mengerikan.  Arawinda sampai giris sekali hatinya mendengar kalimat penuh dendam keluar dari mulut Dewi Mulia Ratri.  Dia sendiri memiliki dendam yang hebat terhadap orang orang Majapahit. Tapi gadis sunda di depannya ini, ancamannya luar biasa menakutkan karena disertai mimik yang mengerikan dan mata menyala laksana utusan dari neraka sendiri.  Arawinda bergidik.

Suasana menjadi sehening kuburan di tengah malam.  Kedua gadis ini berpandangan lama.  Masing masing melayangkan ingatan pada peristiwa Perang Bubat yang luar biasa hebat, menghancurkan, meluluh lantakkan, sekaligus mengharukan.  Rasa kehilangan meniti hati mereka yang tercabik dendam sehingga keduanya lupa bahwa mereka telah berdiri cukup lama di situ tanpa suara.

Terdengar dehem lirih yang berwibawa di belakang mereka.  Dewi Mulia Ratri dan Arawinda tersadar dan menoleh.  Keduanya serentak menjatuhkan diri berlutut.  Si Bungkuk Misteri berdiri di hadapan mereka sambil tersenyum penuh pengertian.  Tokoh luar biasa sakti ini adalah guru mereka berdua.  Sembari mengelus jenggotnya yang berwarna perak, tokoh ini mengangkat tangan kirinya sehingga mereka berdua terangkat berdiri tanpa bisa dicegah,

"Murid muridku, urusan hati aku serahkan kepada kalian.  Apapun yang hendak kalian lakukan, adalah garis dari Sanghyang Widhi.  Suatu saat kelak, garis itu pasti menemui simpang atau sampai pada ujungnya.  Aku hanya ingin memberikan ingat, bahwa semua yang terjadi di dunia ini selalu ada alasannya.  Dan alasan tersebut pasti bisa dinalar sebab selalu ada kebaikan di dalamnya."

Kedua gadis cantik murid Si Bungkuk Misteri itu terdiam mendengarkan tanpa berucap apa apa.  Entah apa yang dipikirkan oleh mereka tentang aliran petuah tokoh sakti itu.

"Dendam adalah ketidakpuasan yang timbul akibat rasa tidak bahagia maupun sedih karena kehilangan sesuatu.  Padahal kita semua di dunia ini tidak memiliki sesuatupun sebenarnya.  Semuanya sementara.  Semuanya akan hilang begitu kita bersatu kembali dengan bumi.  Kepuasan yang didapatkan dari sebuah pembalasan dendam mengakibatkan ketidakpuasan lain, rasa sedih lain, rasa kehilangan lain dari keturunan orang yang kau balas tadi. Selanjutnya muncul lagi dendam dendam baru.  tidak akan pernah terputus kecuali salah satu pihak mencoba menghilangkan dendam itu dengan kepasrahan kepada Yang Maha Tinggi."

Arawinda dan Dewi Mulia Ratri mendengarkan dengan sungguh sungguh.  Namun di dalam diri mereka sepertinya masih terjadi pergulatan batin yang sangat seru.

"Aku tidak menyalahkan kalian berdua atas kesedihan yang menimbulkan dendam.  Itu juga manusiawi.  Jika kalian merasa balas dendam adalah satu satunya cara untuk berbahagia, lakukanlah.  Tapi jika kalian akan merasa tidak berbahagia setelah membalas dendam, maka jangan lakukan. Semuanya terpulang pada kalian nduk.  Termasuk Sanghyang Widhi juga menyerahkan semua keputusan kepada kalian."

***
Bersambung Bab III-2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun