Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api

6 Januari 2019   09:10 Diperbarui: 6 Januari 2019   09:33 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab XII

Kesedihan atas kehilangan 
Berbaur dengan rasa hutang budi
Dan tetesan terakhir darah pengorbanan
Membawanya ke alam yang bukan surga atau neraka.
Arya Dahana meneriakkan letih ke angkasa
Membuang rasa percaya ke dalam jurang
Dan mengutuk Tuhan atas ketidakberuntungan.

Bab XIII

Gua Danu Cayapata.  Arya Dahana duduk terpekur di depan makam Dyah Puspita.  Tubuhnya terlihat sangat kurus.  Matanya sayu tanpa gairah kehidupan.  Berhari hari dia melakukan perjalanan mencapai gua itu.  Jenazah Dyah Puspita tidak rusak karena Arya Dahana mengolesinya dengan ramuan dedaunan pengawet yang dulu dipelajarinya dari Ki Gerah Gendeng.  

Sima Lodra dengan setia ikut menemani.  Harimau itu bahkan yang menjadi penunjuk jalan di mana mulut gua yang sangat tersembunyi itu.  Sima Lodra terlihat juga sangat kehilangan.  Perawakan harimau yang biasanya sangar dan gagah itu ikut juga melayu. 

Siapapun yang melihat makam Dyah Puspita pastilah tercengang.  Makam itu terbuat dari batu sebesar rumah yang diambil Arya Dahana dari reruntuhan dinding gua.  

Begitu tiba di mulut gua di bibir jurang dalam itu dan setelah meletakkan tubuh dingin Dyah Puspita di dalam ruang kecil yang dulu terdapat batu mustika bumi dan kitab Danu Cayapata, pemuda ini mengamuk sejadi jadinya.  

Pukulan pukulan Geni Sewindu dan Busur Bintang bergantian dilancarkan secara bertubi tubi.  Sima Lodra yang sebelumnya berada di dekat pemuda itu sampai harus berlari menjauh saking ngerinya melihat akibat dari pukulan pukulan tersebut. 

Arya Dahana seperti sedang berusaha mengubur dirinya dalam gua bersama Dyah Puspita.  Semua amarah dan kesedihan terbawa dalam pukulan pukulan dahsyat itu.  pemuda itu bertekad, jika bebatuan gua tidak mengubur dirinya, maka dia berharap semua pukulan terkuatnya akan membalik kepada tubuhnya dan menewaskannya. 

Tapi yang terjadi justru sebaliknya.  Pukulan Geni Sewindu dan Busur Bintang yang dihantamkannya ke dinding gua malah semakin hebat luar biasa!

Kilau keperakan Geni Sewindu bahkan terlihat sangat membutakan mata saking berkilauannya.  Warna kehijauan yang keluar dari tangan kirinya karena pukulan Busur Bintang juga terlihat sangat hijau tua.  Hawa panas dan dingin luar biasa bergantian keluar dari sepasang tangannya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun