Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

12 Desember 2018   01:08 Diperbarui: 12 Desember 2018   02:20 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab VIII

Misteri adalah kenyataan yang masih tertutupi
Ketidaktahuan adalah tahu yang terselimuti
Ketidakpercayaan timbul akibat rasa percaya yang hilang
Ketidakmampuan ada karena niat yang tidak lagi berbilang
Misteri terbuka jika ada campur tangan Tuhan di dalamnya
Bukan karena kebetulan belaka
Atau ilmu pengetahuan semata.

 

Bab IX

Pesisir Plengkung Blambangan. Sebuah pantai paling misterius di wilayah kerajaan Blambangan.  Menurut sebagian orang, pantai ini mengandung cerita cerita mengerikan tentang kerajaan makhluk halus, sarang Banaspati, tempat berkumpulnya Genderuwo dan kisah kisah lain yang cukup mendirikan bulu roma bagi siapa saja yang mendengarnya.  Jarang sekali manusia menjejakkan kaki di wilayah yang singup ini. 

Padahal sebenarnya jika mata fana melihat wilayah ini.  Hanya keindahan yang nampak.  Pesisir yang dihampari beludru pasir berwarna putih. Dipagari oleh pepohonan raksasa tegap berjajar seperti pasukan terrakota Dinasti Qin.  Angin bertiup lemah membawa bau asin air laut.  Menggoda ikan dan udang berenang hingga ke pinggir pantai.   Mencoba nikmati sinar matahari yang sedang bersembunyi di ujung langit. 

Sima Lodra menurunkan Arya Dahana perlahan di pantai yang bersih.  Dyah Puspita buru buru memeriksa keadaan pemuda yang diam diam dicintainya ini.  Wajahnya masih pucat pasi tapi tidak lagi kehijauan.  

Sepanjang jalan menuju ke daerah asing ini.  Sima Lodra sering menurunkan Arya Dahana dan memberikan isyarat kepada Dyah Puspita untuk membuat ramuan obat dari dedaunan dan akar akaran yang ditemui di hutan atau pinggir sungai.  

Selama beberapa hari melakukan perjalanan bersama Sima Lodra membawa Arya Dahana yang masih terus terusan pingsan, membuat Dyah Puspita banyak mengerti tentang bahasa isyarat harimau sakti itu.  Ramuan yang dibuatnya ternyata cukup membuat Arya Dahana bertahan hidup meski tidak bisa pulih sepenuhnya.

Dyah Puspita bernafas sedikit lega.  Hatinya trenyuh melihat keadaan pemuda ini.  Gara gara dialah pemuda yang disayanginya ini jadi begini. Dipandanginya wajah polos yang menarik hatinya.  Diusapnya bibir kurus yang mulai ditumbuhi bulu bulu halus di atasnya.  Hmmmm...ganteng juga, pikir Dyah Puspita setelah memperhatikan lebih seksama.  Cepat cepat dibuangnya rasa tidak karuan yang mendadak datang tadi. 

Sekarang dia fokus pada memeriksa nadi, detak jantung dan pernafasan Arya Dahana.  Semuanya lemah tapi tetap berdetak teratur.  Dia memeriksa sekeliling.  Barangkali ada gua atau tempat apapun yang bisa dijadikan tempat berlindung jika hujan tiba.  Tidak ada gua.  Dyah Puspita memutuskan membuat sebuah pondok sederhana di bawah sebuah pohon Trembesi raksasa.  Dia memberi isyarat pada Sima Lodra.  Si harimau putih itu menggeram halus dan masuk ke hutan untuk berburu buat makan malam mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun