Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

7 Desember 2018   00:19 Diperbarui: 7 Desember 2018   06:20 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nama saya Putri Anjani Kek...Laksamana Utara adalah ayah saya." Giliran gadis manis berbaju merah membungkukkan tubuhnya ke arah Ki Mandura.

"Hmmmmm....Andika Sinatria.  Kita kedatangan tamu tamu penting.  Kita sudahi saja adu tanding ini.  Mereka jelas jelas telah lulus untuk menjadi bagian dari pengawal khusus istana.  Aku yang akan atur selanjutnya.  Bukan begitu Panglima Candraloka?"

"Setuju Paman Mandara.  Mari kita berbincang di dalam istana.."

Panglima Candraloka berjalan mendahului.  Memasuki gerbang istana diikuti oleh yang lain.  Uji tanding pencarian pengawal istana dihentikan.  Tidak ada satupun yang lolos dalam ujian selain dua gadis luar biasa itu.  Para penonton pun bubar dengan masih menyisakan bisik bisik tentang kejadian luar biasa hari ini. 

Di dalam istana khusus markas Garda Kujang Emas, dua gadis itu dijamu oleh Ki Mandara.  Setelah membersihkan badan dan berganti pakaian. Mereka berkumpul di ruang makan sambil berbincang bincang.  Dewi Mulia Ratri kini terlihat kikuk.  Tempat duduknya persis di sebelah kanan sang pangeran tampan.  Tapi hatinya juga jengkel.  Karena ternyata di samping sebelah kiri Andika Sinatria, duduk si gadis manis berbaju merah.  

Siapa tadi namanya? Hmmm Putri Anjani.  Saingan yang berat pikir Dewi Mulia Ratri.  Pipinya tiba tiba merona merah.  Kenapa dia berpikir saingan sekarang? Aduuhh, hatinya kacau seperti diaduk aduk sekarang.  Diliriknya gadis itu acuh tak acuh saja menikmati makanan.  Sempat sesekali mata mereka bersirobok bertatapan.  Keduanya sama sama melengos dan mencibir sinis. Dewi Mulia Ratri teringat sesuatu.  Dirogohnya saku baju dan dikeluarkannya surat penting yang harus diserahkan kepada sang panglima.

"Paman Candraloka, ayah menitipkan ini untuk Paman.  Mohon diterima dengan baik." Dewi Mulia Ratri berdiri dan mengangsurkan surat itu dengan sopan.  Namun ternyata ada tangan lain juga yang melakukan hal yang sama.

"Paman Panglima, saya juga mendapatkan amanat untuk menyerahkan surat ini kepada Paman.  Dari ayah saya..." Sergah Putri Anjani yang dengan sengaja menepis tangan Dewi Mulia Ratri.  Kedua tangan halus itu kemudian saling tepis dengan gerakan terlatih dan mahir.  Hawa kekuatan dari kedua tangan itu bahkan membuat meja makan bergetar getar.  Dewi Mulia Ratri melotot marah.  Dia melompat ke tengah ruangan,

"Huh! Putri Cumi cumi...kamu memang sengaja memancing keributan denganku.  Ayo kita selesaikan saja di sini!"

Putri Anjani tersenyum mengejek dan melompat juga ke tengah ruangan,"Siapa sih yang takut kepadamu Dewi Pemarah..."

Andika Sinatria melompat di tengah ruangan dan seperti tidak sengaja menyentuh tangan Dewi Mulia Ratri. Tersenyum dan berkata pelan,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun