Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Segmen Seorang Pejalan

26 November 2018   11:39 Diperbarui: 26 November 2018   11:32 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

menatap sungai Segah di hadapan. Ketika aku dihidangkan sederhananya keriuhan. Permukaan air yang mulai dididihkan matahari. Sepasang camar termangu di pucuk tiang layar seolah sedang patah hati. Satu inchi lagi mereka bisa tergelincir dan jatuh mati.

ditambahi pula dengan suguhan. Kapal-kapal batubara yang memangku dagunya menunggu muatan. Para nelayan yang mengayuh perahu kecil mencoba peruntungan. Juga mendung bergelayut begitu rendah seolah hendak menjatuhkan diri. Warnanya yang menghitam seakan menakuti dengan peringatan, hati-hati.

ini segmen kesekian saat aku ditakdirkan menjadi seorang pejalan. Menyusuri setiap jengkal tanah yang menghidupi negeri ini dengan bara api dan harga diri. Disusui oleh kedigdayaan sejarah masa silam. Ketika Majapahit dan Sriwijaya menjadikan Laut Cina Selatan sebagai kudapan.

pada sungai Segah aku bertabik salam. Sebelum menempuh perjalanan menuju Teluk Sulaiman. Tempat malaikat dan bidadari mengumpulkan rumah kecomang. Sebagai bekal para pejalan yang selalu saja berniat menuju tempat untuk pulang.

Tanjung Redeb, 26 Nopember 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun