Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lelaki dan Ayahnya

7 November 2018   22:29 Diperbarui: 7 November 2018   22:36 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kendati misteri adalah warisan terbesar yang diamanatkan. Oleh ayahnya yang lebih memilih menjadi Elang dibanding Enggang. Lelaki itu tetap mengingat ayahnya sebagai Harimau Jawa.

Lelaki itu masih sanggup membayangkan ketika sejarah masa silam menetes-netes dari air liur ayahnya yang kemudian menggenang dalam kenangan yang hilang. Jejak-jejak pertempuran. Melawan nasib yang tak pernah membawanya pulang.

Juga waktu ayahnya berkisah tentang pesawat yang terjungkal di rawa-rawa. Jauh dari tempat tinggalnya. Yang kemudian disebutnya sebagai kebanggaan. Sanggup menghindar dari setiap desingan.

Lelaki itu mengabaikan sorot mata ayahnya yang setajam ujung bambu. Dia minta itu dahulu. Tapi ayahnya mengatakan kau harus menetapkan perilaku. Seperti batu-batu.

Ditumbuhi lumut tidak untuk menjadi licin. Dijadikan pondasi supaya rumah tidak miring. Menopang gunung untuk tidak menjadi runtuh. Memagari lautan agar pesisir tak sampai rubuh.

Lelaki itu menghela nafasnya yang serupa endapan embun di kaca yang buram. Mengenang ayahnya seperti saat menjerang hujan. Tepat saat kemarau terakhir menjatuhi sudut halaman. Di pelosok hatinya yang muram.

Pekanbaru, 7 Nopember 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun