Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kegelapan Demi Kegelapan

4 November 2018   21:23 Diperbarui: 4 November 2018   21:26 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mungkin ini saat yang tepat. Bagaimana sebaiknya mencerna kehadiran malam. Di teras rumah yang sengaja ditemaramkan. Agar dapat mempelajari kegelapan demi kegelapan. Yang menjalar terus-terusan. Seperti seekor ular yang dikejar kepanasan.

gelap pada sebuah ruangan. Bisa ditolong kehadiran perapian. Mengurangi kedinginan. Sekaligus juga menerangi apa saja yang sebelumnya hitam.

gelap pada halaman. Bisa dibatalkan oleh keberadaan lampu taman. Ikan di kolam yang sebelumnya buta. Selanjutnya akan berenang dalam bahagia.

gelap pada tempat ibadah. Tak perlu cahaya tinggi rendah. Cukup dengan beberapa sandal bercecer di emperan. Lalu suara anak-anak, berceloteh tentang berapa banyak nama Tuhan.

gelap pada tempat peristirahatan berpapan nama. Di sinilah gelap yang sesungguhnya. Hanya remah-remah tanah yang mampat di sekeliling kita. Atau sekedar. Suara cacing tanah mencakar-cakar.

Bogor, 4 Nopember 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun