Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menyusur Jejak Cuaca

24 Oktober 2018   06:12 Diperbarui: 24 Oktober 2018   06:22 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sepanjang jalan menuju sebuah tempat asal kemarau. Aku menemukan hujan. Jatuh tertatih-tatih dari selangkangan awan. Musim memang sedang kacau. Dalam siklusnya kemudian kebanyakan meracau.

manakala kotak-kotak penyimpanan cuaca, yang telah dibagi secara adil pada mulanya, digeser paksa dari tempatnya, dengan cara-cara yang hanya bisa dilakukan manusia, di situlah letak sebenarnya kekacauan.

ketika musim, yang semestinya mengenakan baju bergantian, diperkosa oleh kuatnya keinginan, mana yang lebih menguntungkan, atas perkara-perkara yang cuma mampu ditimbulkan oleh manusia, di sanalah sesungguhnya makna dari racauan.

Apabila musim dan cuaca digolongkan sebagai mangsa. Maka manusia telah berhasil memerangkapnya. Dimasukkan dalam sebuah bejana. Lalu diaduk seenaknya.

lalu dicerna sebisanya. Walau kemudian perut meledak karenanya

Simalungun, 23 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun