Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi│Fragmen Kesaksian Rembulan

21 Oktober 2018   11:47 Diperbarui: 21 Oktober 2018   12:52 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rembulan menyingkap gaunnya yang panjang. Menuruni undak-undakan. Saatnya mementaskan karya megah para pemikir yang dilahirkan malam.

1) sejumput jerami kering yang berhasil menciptakan lagu untuk menenangkan tanah-tanah yang gelisah. Atas tubuhnya yang terus menerus digerus secara gegabah. Kurus kering. Sekering kuburan yang tak pernah dinafkahi bunga-bunga. Kenanga atau kamboja; Ini adalah fragmen bagi kedamaian.

2) setangkup angin yang tersesat di ceruk dingin. Berputar di sana untuk memastikan tak menjadi badai. Terutama di tempat yang padat penduduknya. Kesengsaraan mewabah di mana-mana. Tak semestinya jika ditambahi lagi malapetaka; ini fragmen untuk kemanusiaan.

3) sekawanan angsa berenang di telaga yang teratainya sedang mekar semua. Riak kecil ombak yang ditimbulkan menyerupai frekuensi perjalanan cinta. Naik turun. Seperti kapal penyamun yang dipermainkan geliat majnun; Ini fragmen tentang perjuangan.

4) jam dinding berbunyi nyaring. Mengumumkan waktu hening. Ketika suara adzan menggema di udara yang semaput. Cermin dari kehidupan dunia yang semakin carut marut. Disegarkan oleh ingatan. Akan keberadaan tak nampak Tuhan; ini fragmen besar tentang Ketuhanan.

5) seorang perempuan menuliskan puisi yang nyaris membuatnya menangis. Dia rindu sekali pada gerimis. Dalam gerimis dia bisa jelas membayangkan kepulangan. Seorang lelaki jalang yang berjanji akan datang; ini fragmen kecil tentang cinta dan kerinduan.

Rembulan berhenti melangkah. Langit memberinya isyarat lemah. Masih ada fragmen lain yang belum terucap. Yaitu saat seorang ibu dan bayinya bercakap-cakap. Mengenai cinta kasih ibu yang selamanya tak pernah memucat.

Bogor, 21 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun