Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Etalase

18 Oktober 2018   22:05 Diperbarui: 18 Oktober 2018   22:27 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Trik terbesar setan adalah dengan meyakinkan dunia bahwa mereka tak ada. Sementara malaikat tak punya trik apapun untuk menunjukkan mereka ada.

ini seperti kita yang seringkali mati lampu. Melamunkan gelap. Lalu merindukan cahaya. Esok paginya, matahari hanya kita anggap pemandangan biasa.

seperti kita juga. Saat merasa begitu kehilangan rasa bahagia. Karena menganggap airmata adalah simbol ajaib yang mengesahkan kita sebagai yang teraniaya. Lalu semuanya tergerak untuk iba. Pada setiap iba yang ada, kita menduga itulah awal mula bahagia.

kepada hujan. Kita begitu merindukan. Sebab kita sedang dikepung kemarau. Namun setelah gerimis mulai mengajak bersenda gurau. Kita hanya menatapnya secara semenjana. Seolah gerimis itu tak lebih dari ketukan hak sepatu. Di lantai yang berdebu.

kepada tanah dan sungai. Kita mengakuinya sebagai hak gadai. Bukan titipan yang mesti dirawat habis-habisan. Kita menjadi dzalim. Tak ubahnya kekaisaran yang lalim.

Trik terbesar manusia adalah dengan membuat mural cantik di dinding kekacauan. Menutupinya dengan sempurna seperti etalase kaca yang menjual gelas retak di dalamnya.

Bogor, 18 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun