Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puis | Lelaki yang Berteduh di Bawah Hujan

12 Oktober 2018   17:48 Diperbarui: 12 Oktober 2018   18:22 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sembari menguatkan diri. Lelaki itu berdiam saja enggan berlari. Tetap berdiri di tengah padang akasia. Tanpa atap apa-apa. Meski langit keras mengirimkan pesan. Melalui derasnya hujan.

Bagi lelaki yang matanya nampak sangat berawan. Berteduh di bawah hujan adalah sebuah keajaiban. Dia ingin membilas banyak hal di kepalanya yang berduri. Hujan adalah satu-satunya pengasah yang mampu menumpulkan taji.

Hujan semakin menjadi. Lelaki itu beringsut mencari. Butiran yang paling tajam. Keruh hatinya butuh sekali dirajam. Setelah lebam, barangkali dia bisa kembali menemukan dimanakah letak Tuhan.

Lelaki itu menghitung mundur. Usia hujan makin udzur. Saat nanti berhenti. Dia memutuskan untuk mulai berlari. Menjemput rasa takut. Dia sangat membutuhkannya untuk mengurai benang kusut. Berserabut pada jiwanya yang bersekutu dengan luput. Dalam genggaman kabut.

Lelaki itu sadar sepenuhnya. Membasuh lupa di kepala tidak bisa sekali saja. Musim hujan masih lama. Pada setiap kejatuhannya, dia berjanji akan berteduh di bawahnya.

Sampai kelak kemarau datang. Ketika kerak di setiap sisi benak telah menghilang.

Dan dia kembali pulang.

Palembang, 12 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun