Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kita, Di Hadapan Perapian yang Nyaris Padam

12 September 2018   23:06 Diperbarui: 12 September 2018   23:35 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kita duduk berhadapan.  Di depan perapian yang apinya nyaris padam.  Kau menikmati sisa-sisa kehangatan dengan senyuman lebar lalu melempar kerling samar pada langit yang birunya memudar.  Sementara aku mulai terjangkiti gigil dengan lutut gemetar kemudian berusaha sekuat tenaga menyambar kerlingmu agar tak sampai pada langit yang mulai terbakar.

Aku membutuhkan kerlingmu untuk menghangatkanku meski sebenarnya kau bermaksud membuangnya begitu saja di langit yang menua.

Kita sama-sama diam.  Mencoba saling membaca pikiran.  Aku pikir kau terhanyut dalam lamunan singkat tentang kebencianmu yang terlambat. Terhadap hal yang tak kau suka tapi malah kau mendekat.  Terlalu dekat sampai kau tak menyadari bahwa itu ada di ujung nafasmu.  Menyatu di situ. Selanjutnya membuat hidupmu serasa gagu.

Kau pikir aku semacam tabu.  Istilah rumit yang tak boleh diganggu walau oleh sepatahpun kata rindu.  Kau keliru.  Aku sebenarnya sejenis batu. Mengeras dalam bentuk cadas.  Melembut seketika begitu kau kirimkan hujan yang menderas. 

Hujan itu meredakan sejenak keramaian di kepala yang sedang sibuk membuat skenario bagaimana sebaiknya mengurai kebencianmu terhadap waktu yang menurutmu adalah prasasti yang tak mencatatkan apa-apa selain pilu.

Sekarang kita duduk berdampingan.  Bersamaan melepas angan hingga beterbangan.  Di hadapan perapian yang telah seutuhnya padam.  Tapi tidak dengan kita yang justru baru menyalakan bara.  Membakar sejarah yang dulu memusuhi.  Kini malah menjadi kisah yang ikut mencemburui.

Air Molek, 12 September 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun