Lihatlah ke atas. Â Bulan terlipat serupa kertas. Â Lusuh dan kandas. Â Dari lipatannya berceceran muntahan kata. Â Bermuara pada beberapa pinta dan doa;
Jika rindumu pada purnama begitu dahsyat, ucapkan beberapa kalimat yang bisa membuatku bergegas menghampiri almanak kelimabelas. Â Aku barangkali memang sedang lusuh. Â Tapi purnamaku sama sekali tak akan runtuh.
Jika kau sekalian ingin mendatangkan hujan, sampaikan keinginanmu dengan kekuatan doa para pertapa yang begitu dekat terhadap Tuhan. Â Berkatalah bahwa kau meminta awan. Â Bukan membalik seisi lautan.
Sekarang lihatlah ke atas. Â Apakah bulan masih pias? Â Apakah hujan menolak pintamu dengan keras?
Jika iya, kau mesti menderma banyak perkara. Â Mungkin saja kau lupa memberi minum kucing yang kehausan. Â Atau memberi makan anjing yang kelaparan. Â Atau tersenyum pada setiap gundah yang berkeliaran.
Jika tidak, kau berhasil merapikan kembali lusuhnya bulan. Â Juga melilihkan naik pitamnya hujan. Â Kau lipat balik ulang kertas dengan sebaik-baiknya. Kau setrika dengan kejujuran mata. Â Kau simpan di ruang terbuka yang diangin-anginkan cinta. Â Bulan kertas akan menjelma menjadi purnama. Â Hujan deras akan datang dengan sendirinya. Â Tepat pada waktunya.
Setelahnya, mari kita berbahagia bersama.
Bogor, 26 Agustus 2018