Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Beberapa Perkara di Ujung Sandyakala

22 Agustus 2018   21:46 Diperbarui: 22 Agustus 2018   21:52 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kepada cemburu;  Kau telah menggenapkan kepedihan ke dalam utuhnya keganjilan.  Kau tuangkan perasan cuka satu cawan di kuali panas yang sedang menjerang harapan.  Seandainya kau berbadan.  Akan aku jadikan kau seorang buronan.

Kepada langit biru yang berubah ungu; Kau berganti warna demi apa.  Apakah demi cinta kepada seorang anak yang meniup seruling di padang gembala dan berharap datangnya bianglala.  Atau kau menyediakan sekujur tubuhmu untuk lautan Portulaka.  Atas nama doa-doa bunga yang memohon sekali waktu bisa mewangikan angkasa.  Selama bumi masih berusaha keras menawar bisa.

Kepada rindu suam-suam kuku; Kau memang tak memanasi hati.  Tapi kau tega menyusupkan duri di setiap pori-pori.  Duri rindu memang tak tajam. Namun rasanya tiga perempat sungsum tulangku begitu lebam.  Seperempatnya lagi masih terbenam.  Menunggu kau meniupkan desir langgam.  Syair lagu yang ditulis oleh dendam.  Dari kegelapan kepada cahaya lampu yang padam.

Kepada rentetan pertanyaan tentang bulan; Kau memaksaku mewawancarai malam.  Mencari tahu dimana gerangan jahanam yang telah menelan purnama.  Pertanyaanmu bernada naik pitam.  

Meski bibirmu masih tetap menyunggingkan senyuman.  Aku menyukainya.  Walau aku harus tetap berjaga jika sekali waktu kau jejalkan ke lidahku sari buah Maja.

Kepada jawaban yang aku berikan; Aku beri tanda baca selengkapnya.  Supaya kau paham apakah aku senang, berang, atau terkenang-kenang.  Di satu saat koma kau baca, itu berarti aku belum usai bercerita.  Di satu waktu titik tak lagi berjeda, itu pertanda sandyakala telah tiba.  Inilah saatnya kita bercermin di kaca yang sama.  Lalu bersama-sama pula berucap cinta.

Bogor, 22 Agustus 2018  

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun