Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pagi Jatuh dari Langit yang Pucat

22 Agustus 2018   05:56 Diperbarui: 22 Agustus 2018   06:04 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Langit pias pasi.  Sekujur wajah cantik itu muram seolah dirajam drama.  Dari pipinya mengalirlah pagi.  Berjatuhan seperti serangga.  Menimpa belahan bumi yang diceraikan malam.

Pagi yang berjatuhan.  Seperti kepingan teka-teki yang mesti segera dipasang.  Jika tidak, maka pagi akan ikut bermuka muram.  Sedurja durjana yang baru saja divonis masuk penjara.

Dalam hidup.  Tak boleh ada satupun pagi yang redup.  Pagi adalah putaran waktu yang berpijak di pinggiran mata.  Saat baru saja terbuka.  Jangan sampai bertabrakan dengan airmata.  Begitu pintu dan jendela mulai dibuka. 

Langit memucat tentu dengan sebab yang tepat.  Bisa karena matahari datang terlambat.  Atau cerah tersesat ke suatu tempat.  Salah alamat.

Mungkin juga biru memilih untuk termangu.  Di ruang bisu yang diperuntukkan untuk kelu.  Mengingat kembali perjalanan satu persatu.  Adakah satu saja yang sesempurna cinta.  Dari tatap mata seorang ibu kepada bayinya.

Bogor, 22 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun