Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pesuruh Hati

10 Agustus 2018   22:22 Diperbarui: 10 Agustus 2018   22:27 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kalau kau pikir aku adalah pencumbu masa lalu.  Datang kepadamu hanya karena ingin kembali mencicipi keratan mimpi yang tak jadi.  Maka kau salah mengerti.  Aku datang karena panggilan hati.  Dia menyuruhku tergesa-gesa menjemput dinihari.

Kau tahu, dinihari tak ubahnya istana bagi mimpi.  Di sana, mimpi didaulat menjadi pangeran dan tuan putri.  Mimpi hidup berkecukupan.  Sebab di kenyataan, mimpi selalu saja kekurangan.

Aku mengakui sebagai pesuruh hati.  Hendak menimang kesungguhan.  Apakah betul bisa dibesarkan menjadi kepastian.  Terkadang kesungguhan hanya sanggup tumbuh di halaman belakang.  Tak terlihat orang.  Tak nampak dari depan.

Hati juga menyuruhku agar berhati-hati.  Katanya jangan sekali-kali terpeleset pada licinnya debu kemarau.  Debu bisa menutupi pandangan.  Pada akhirnya melahirkan kekacauan.  Dengan suara tangisan.

Jika pada saatnya kau juga dijadikan pesuruh hati.  Datanglah kepadaku.  Aku akan mengajarimu bagaimana cara memindahkan kepastian ke halaman depan.  Cukup dengan menumbuhkan keyakinan.  Pada betapa licinnya hujan kenangan.

Bogor, 10 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun