Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terperangkap dalam Andai

29 Juli 2018   22:25 Diperbarui: 29 Juli 2018   22:23 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jikalau malam tadi kau sempat mengikat gerhana, lalu menggembalakannya di padang tundra, beri aku sedikit kesempatan untuk menyaksikan, aku ingin tahu seperti apa rupa bulan saat kedinginan.

Apabila malam ini kau mendoakan bumi yang terlalu sering disakiti, mencapai kesembuhan atas nama belas kasihan, ijinkan aku untuk tidak berpihak, itu janji yang keluar dari ujung belati, bukan dari tulusnya hati.

Manakala besok kau menemui senja begitu terseok-seok, lupa memadamkan merahnya, mematung tak tahu mesti berbuat apa, biarkan aku memberitahu, niat sesungguhnya dari waktu, adalah untuk tidak terganggu.

Andaikata lusa kau mengidamkan malam yang begitu sempurna, meski harus mengorbankan purnama, aku akan membimbingmu ke arah gugusan bintang.  Mereka begitu jauh, namun kau tahu mereka tak mudah runtuh.

Seumpama......, apa?

Apabila....., apa?

Semua terjadi karena kita sengaja memerangkap diri dalam rangkaian pengandaian.  Terhadap apa saja yang kita anggap menguntungkan.  Kita lupa berandai, bagaimana seandainya terjadi luka, lalu duka mengawani kita selamanya, apakah kita tetap mengandaikan bahagia?

Jakarta, 29 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun