Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Saat Mata Malaikat Melihat

29 Juli 2018   20:11 Diperbarui: 29 Juli 2018   20:38 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Segulungan bau tak sedap menyergap.  Menguar dari gerbong kereta tua yang nyaris pikun. Ini selokan atau stasiun?

Seorang tua meringkukkan dirinya pada sudut gelap. Di salah satu gerbong yang koyak oleh kelupasan kerak dari cat yang terserak. Tubuh ringkihnya dijepit udara yang lupa menjadi angin. Dan beberapa suara lenguhan dingin.

Sepasang mata bercahaya mendekati. Memilah usia dan menerka dengan hati-hati.  Terlalu banyak ditemuinya orang-orang yang terpinggirkan seperti ini. Di pojokan terminal, pelabuhan, jalan layang, dan ujung rel kereta api.

Jika tak ada lagi yang peduli. Maka sepasang matanya yang bercahaya akan menggelapkan mata orang-orang ini. Ke dalam mati.

Jika masih ada yang peduli. Maka sepasang matanya yang bercahaya akan membagikan pelangi. Ditujukan kepada orang-orang yang tersentuh hatinya. Memperkenalkan kepada mereka seperti apa aroma surga.

Jakarta, 29 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun