Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lima Jejak Senja Ketika Menabur Air Mata

24 Juli 2018   01:25 Diperbarui: 24 Juli 2018   01:38 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jejak pertama

Yaitu ketika pemakaman dilangsungkan.  Bagi cahaya terakhir matahari hari ini.  Lenyap diusung oleh kesenyapan.  Duka teruntuk kupu-kupu.  Warna sayapnya pudar tersisa abu-abu.  Seperti para perantau yang malang.  Kehilangan jejak jalan pulang.  Airmata mulai berlinang-linang.

Jejak kedua

Ketika upacara perpisahan bagi warna lembayung diumumkan. Muka-muka murung bertempiasan.  Dari langit yang merasa diasapi sepi.  Sebentar lagi semua mata enggan tengadah.  Kecuali bila purnama menampakkan wajah.  Pipi langit perlahan-lahan membasah.

Jejak ketiga

Saat suara parau burung hantu bergerak mengetuk setiap pintu. Mengabarkan cerita kematian apa saja.  Kepada siapa saja.  Terutama tentang betapa dekatnya jarak kematian dunia kepada kita.  Membuat kita semua terpaksa berdoa.  Sambil menyeka sungai yang menuruni pipi kita.  Tuhan sediakan satu tempat bagiku di surga.

Jejak keempat

Waktu persediaan mimpi yang indah menipis.  Seperti betapa langkanya jeruk nipis di musim tanpa gerimis.  Kita menangis.  Merasa tidur tidak lagi berguna.  Karena dalam tidurlah kita bisa bermimpi sekehendak kita.  Melupakan duka dan memunguti bahagia.

Jejak kelima

Senja adalah perbatasan jikalau kita melewati batas.  Ketika kita menguras keringat tanpa batas.  Lupa bahwa tubuh yang kita miliki tak lebih dari lipatan kertas.  Mudah koyak oleh tamak.  Gampang sekali dirobek-robek kemarahan.  Meski setelahnya kita menyesal.  Mohon ampun di waktu malam.  Lelehanairmata lalu disujudkan.

Jakarta, 23 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun