Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kenangan yang Terlantar

19 Juli 2018   13:01 Diperbarui: 19 Juli 2018   13:11 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kencang tersiar kabar.  Ada sebuah kenangan yang terlantar.  Terkunci di ruang pikiran.  Menunggu hujan.  Air bisa melumasi kebuntuan.  Membuka lebar-lebar kenangan.  Seperti terbukanya pintu bendungan.  Meluap dan membanjiri benak.  Meledakkan kehendak.

Apabila ternyata kenangan itu tetap saja beku.  Maka perlu beberapa tetes cairan asam.  Untuk meluruhkan engsel yang telah sekian lama berkarat. Menggunakan air hujan.  Hujan sekarang mengandung asam.  Dilahirkan oleh mendung lebam yang diramu asap ungu dan sisa ledakan mesiu. 

Setelah kenangan itu berhasil dikeluarkan dengan hati-hati.  Ikat erat-erat di tiangnya hati.  Jangan biarkan melarikan diri seolah semua yang dijumpai adalah sunyi.  Beri sekian kata pembuka semangat.  Kenangan bisa saja dirubah menjadi harapan.  Jika masa depan bukan dianggap permainan.

Kenangan ibarat air ketuban.  Sebuah pertanda akan ada kelahiran.  Dari bayi-bayi mimpi yang harus dirawat dan dibesarkan.  Dewasa dalam bentuk keinginan.

Sebuah kenangan yang terlantar.  Tanpa perhatian.  Akan beralih rupa mematikan.  Bagi gugurnya sebuah pengharapan.

Jakarta, 19 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun