Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tembang-tembang yang Mengiringi Hari

17 Juli 2018   07:50 Diperbarui: 17 Juli 2018   08:24 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lamat-lamat tembang mocopat dibaca cepat. Ini tentang semangat. Jangan terlambat mengejar pagi. Pagi biasanya berlari sekencang rusa. Tiba-tiba saja sudah senja.

Sebaiknya sedari dini mengemas cahaya matahari. Tertinggal saja sebentar. Maka hanya akan mendapatkan keraknya yang terbakar. Orang-orang saling berebut kehangatan yang langka. Itu ada di titik sebelum matahari tinggi menaiki tangga.

Setelah mocopat, tembangnya berubah menjadi asmaradana. Bercerita penuh cinta tentang orang-orang yang menyediakan dirinya menjadi laba-laba. Menganyam jaring dengan tekun. Menyesap sedikit haus dari embun. Bersiap menyergap mangsa di bawah bayangan rimbun.

Mendekati petang ketika keriangan telah meluntur menjadi kegelisahan, tembang yang paling tepat adalah degung cianjuran.  Alirannya yang mendayu bisa menyegarkan kembali wajah yang kuyu. Memompa kerinduan akan satu hari yang terlewati. Ke dalam kepingan kenangan yang sungguh berarti.

Jakarta, 17 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun