Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Delapan Matahari

24 Juni 2018   18:02 Diperbarui: 24 Juni 2018   18:15 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Markum membuka matanya dengan paksa.  Alarm di mejanya berbunyi senyaring anak angsa.  Huh! Mengganggu saja.  Bangkit tertatih dan mematikan alarm.  Siap tidur lagi.  Namun satu kelebat urusan menyadarkan Markum.  Aku kan ada janji dengan seseorang.  Seseorang yang sangat penting.  Untuk sebuah urusan yang sangat penting.

Mau tak mau Markum membuka kesadarannya lebar-lebar.  Menyingkap tirai jendela.  Markum sedikit terperanjat.  Hari masih sangat gelap. Bukankah ini sudah pagi?  Markum melirik jam weker.  Pukul 7.00.  Sebegitu pekatnya kah mendung?  Pikiran Markum meraba-raba.

Rupanya tidak hanya Markum yang diliputi keheranan dan pertanyaan.  Seisi kota mengalami hal yang sama.  Bahkan berduyun-duyun orang pergi ke halaman dan jalanan.  Memastikan apakah ini sudah pagi atau masih malam.

Rata-rata mereka membawa jam tangan atau jam meja.  Mencocokkan satu sama lain.  Dan jamnya tidak ada yang salah.  Tepat waktu.  Namun hari memang gelap.  Seolah malam belum mau berlalu.

Lalu berita televisi dan radio menyiarkan pengumuman penting;  Matahari dinyatakan MENGHILANG.   Tanpa ada sebab musabab, matahari tidak lagi muncul di pagi hari.  Gerak cepat para ahli astronomi dalam mencari tahu menguatkan berita itu.  Tidak ada tanda-tanda matahari di ufuk timur!

Seisi kota gempar!  Seluruh negara gempar!  Dunia gempar!  Benda besar yang selalu menghangatkan pagi itu tidak ada lagi.  Entah punah, entah musnah, entah posisinya berubah.  Tidak ada yang tahu.  Yang jelas semuanya gelap.  Orang-orang harus selalu menyalakan lampu.  Mesin-mesin pembangkit listrik raksasa harus bekerja lebih keras mulai hari itu.

-----

Kehidupan berubah drastis.  Suhu mendingin secara ekstrim.  Dunia perlahan-lahan menuju titik beku.  Tanaman-tanaman yang tergantung cahaya matahari bermatian.  Hanya jenis-jenis tertentu yang bisa bertahan.

Para ilmuwan bergerak cepat.  Berkumpul untuk merumuskan solusi terbaik bagi situasi yang bisa memusnahkan kehidupan di bumi ini.  Ahli matematika, fisika dan astronomi sepakat untuk membuat matahari buatan.  Tentu tidak bisa sebesar aslinya.  Namun paling tidak bumi harus segera dipanasi.

Disepakati ada 8 titik orbit sesuai dengan penjuru mata angin yang harus dipasangi matahari buatan.  Panas yang dihasilkan memang tidak sekuat matahari.  Tapi paling tidak ini bisa menyelamatkan bumi.  Untuk sementara.

Semua negara bahu membahu bersicepat membangun matahari buatan.  Dalam tempo tidak terlalu lama, sebelum panas yang disimpan bumi melenyap sepenuhnya, matahari buatan itu berhasil dibangun dan diorbitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun