"Aku bermimpi lautan kering kerontang. Â Perahuku terdampar di tengah-tengah. Â Tersangkut di antara dua batu karang yang menjulang," seorang nelayan setengah baya bercerita kepada temannya yang sedang memperbaiki jala.
"Terus? Ikan-ikannya pada kemana?" Â Temannya menjawab seadanya sambil terus fokus pada jalanya.
"Dalam mimpiku, ikan-ikan pindah ke daratan. Â Siripnya berubah menjadi kaki. Insangnya hilang digantikan hidung dan paru-paru. Â Mereka berjalan seperti manusia. Â Tapi tetap dengan sisik di punggungnya. Â Ukurannya, hampir tiga kali lipat biasanya."
Temannya menghentikan gerakan tangan pada ayunan jarum dan benang. Â Mulai tertarik dengan cerita mimpi si nelayan tua. Â Memutuskan untuk bertanya;
"Lalu? Apa yang terjadi kemudian. Â Apakah mereka berbaur hidup dengan manusia?"
"Tidak. Â Mereka justru berburu manusia sebagai mangsa," jawaban yang mengejutkan.
"Mimpimu gila kawan! Â Mengerikan! Â Semoga itu tidak terjadi."
-----
Dan memang itulah yang akhirnya terjadi. Â Dunia gempar! Â Berbagai jenis ikan kini hidup di daratan. Â Berburu manusia sebagai mangsa. Â Belut listrik menyengat korbannya hingga hangus sebelum menelannya bulat-bulat. Â Gurita melilit dengan tentakelnya. Â Meremukkan tulang. Â Hiu putih dan paus pembunuh menjelajahi kota demi kota. Â Tak mengenal kenyang. Â Menghabiskan sekian banyak manusia setiap harinya.
Manusia mencoba bertahan. Â Sekuat tenaga. Â Tapi percuma. Â Senjata-senjata mutakhir dan canggih tidak ada artinya karena sudah diredam oleh serbuan jutaan ubur-ubur berbisa. Â Dunia masuk dalam situasi chaos sejadi-jadinya.
Manusia lari dan bersembunyi dalam hutan yang tersisa. Â Makhluk-makhluk jelmaan ikan itu punya juga satu kelemahan. Â Mereka sama sekali tidak berani memasuki hutan. Â Entah karena apa, yang pasti tidak pernah ada kejadian manusia diburu sampai dalam hutan dan dimangsa.
-----
Namun karena hutan yang tersisa tinggal sedikit, tak cukup ruang bagi manusia untuk bersembunyi di dalamnya. Â Tak sampai seperseratus dari populasi saja.
Alhasil, jutaan manusia harus berlari kesana kemari. Â Setiap hari. Â Menghindar dari perburuan yang menakutkan. Â Makhluk-makhluk itu berburu manusia bukan karena kebutuhan untuk makan. Â Tapi lebih mirip pada pelampiasan dendam.
Semakin lama populasi manusia semakin sedikit. Â Dunia dikuasai ikan. Â Tidak ada negara. Â Tidak ada pemerintahan. Â Total kekacauan.
Manusia yang masih bertahan adalah yang mengungsi ke dalam hutan. Â Meskipun jumlahnya hanya jutaan, namun karena kebutuhan, dirambahlah hutan yang tersisa menjadi pemukiman, ladang dan kebun untuk memenuhi kebutuhan makan.
Pinggiran hutan dibiarkan utuh agar makhluk-makhluk jelmaan ikan itu tidak bisa masuk. Â Namun tengah-tengah hutan berlubang sana sini karena ekspansi. Â Kayu-kayu ditebangi, mata air di lubangi, sungai dibendung, dan sulur rotan dihabisi.
Dalam proses bertahan hidup ini, manusia kembali pada kebiasaan lamanya. Â Penghuni hutan yang asli harus menyingkir karena diusir. Â Bahkan hewan-hewan itu diburu untuk memenuhi kebutuhan akan daging. Â Dunia lama berputar ulang. Â Di dalam hutan.
Manusia-manusia yang selamat memulai kehidupan baru. Â Di dalam hutan yang tidak lagi bisa disebut hutan. Â Tumbuh menjadi desa dan perkampungan.Â
-----
Nelayan dan temannya yang dulu memulakan kisah penuh anarki ini berubah profesi menjadi petani. Â Mereka adalah sedikit dari orang yang berhasil melarikan diri ke hutan terdekat bersama keluarganya.
Di sebuah pagi yang cerah sebelum memulai aktifitas menanam padi ladang, keduanya bercakap-cakap sejenak untuk menghilangkan kerinduan akan kampung halaman dan juga lautan.
"Aku bermimpi tadi malam. Â Aneh dan mencekam!" petani tua bekas nelayan itu membuka percakapan.
Temannya berjengit mengangkat muka. Â Teringat percakapan mereka lima tahun yang lalu. Â Percakapan yang ingin dilupakan. Â Karena waktu itulah semua kekacauan dimulai. Â Tak urung dia tetap bertanya dengan hati-hati.
"Mimpi apa? Â Bukankah mimpi kita sebagai manusia sudah dihancurkan makhluk-makhluk ikan itu? Â Mimpi kita sekering lautan yang mereka tinggalkan untuk balik berburu kita..."
Petani tua itu menghela nafas sepanjang-panjangnya. Â Kengerian yang luar biasa nampak membias di matanya yang lelah.
"Aku bermimpi semua hewan-hewan hutan yang sudah diusir itu kembali. Â Mereka berubah menjadi makhluk yang berakal dan bernalar. Â Mereka kekurangan makanan di tempat persembunyian dan sekarang menjadikan kita sebagai sasaran."
"Sasaran? Maksudmu?" Â temannya bertanya menegaskan.
Petani tua itu mengangkat muka. Â Raut mukanya sepucat kapas.
"Mangsa! Â Kita adalah sasaran mangsa bagi mereka. Â Mereka sangat kelaparan. Â Dan juga dendam tak berkesudahan. Â Seperti ikan-ikan itu dahulu!"
Temannya menatap tak berkedip. Â Was-was.
"Mimpimu gila kawan! Â Mengerikan! Â Semoga itu tidak terjadi."
-----
Dan memang itulah yang akhirnya terjadi.
----
Bogor, 10 Juni 2018