Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mural dan Grafitti di Dinding Pikiran

28 Mei 2018   03:58 Diperbarui: 28 Mei 2018   04:23 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Entah apa yang berkeliaran dalam benakmu.  Kau bongkar habis pagar yang membatasi.  Kau caci semua yang ada di hadapanmu.  Meja, kursi, pintu, dan kelambu, habis menjadi sasaran kemarahanmu.

Bukan dengan serapah atau ludah.  Tapi dengan kata-kata menyengat seperti lebah.  Kau bilang meja sebagai tempat perjamuan sia-sia.  Bukankah lebih nyaman menghampar sajian di atas daun pisang.  Daripada susah payah membeli kaca yang seharusnya menjadi tempat bercermin wajah.

Bukankah lebih mudah duduk saja di atas tanah.  Daripada mesti bersulit-sulit mengangkat dan membetulkan pantat.  Duduk di atas kayu belah yang kemudian disusun kembali dengan paku dan pahat.

Bukankah lebih enak tak berdaun pintu.  Sehingga rumah gampang dimasuki udara sesegar mawar, sehangat perapian dan semanis nira.  Daripada mesti menghalanginya dengan bilah papan berperekat kimia.

Bukankah kelambu itu seperti bubu.  Memerangkap diri dalam kepiluan.  Di dalam jeratan mimpi tak bergambar dan tak berkesudahan.  Lebih baik menulisi malam.  Menggunakan kuas dan kanvas di dinding pikiran.  Menjadi mural dan grafitti berkeindahan.

Bogor, 28 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun