Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perjalanan Malam

24 Mei 2018   22:39 Diperbarui: 24 Mei 2018   22:57 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Langit malam membuka gerbangnya.  Mempersilahkan anai-anai bercahaya.  Memasuki pintu kegelapan satu persatu.  Memulai sebuah petualangan yang seharusnya dilakukan.  Para binatang malam dalam menuntaskan pencarian.

Semburat kecil lampu perahu di tengah lautan.  Menyambut kecipak sirip ikan terjerat jala nelayan. Sama sekali tidak menyalahkan kejadian.  Sudah garisnya nanti teriris dan ditaburi garam.  Supaya anak-anak nelayan itu bisa sekolah dan juga makan.

Tak ada camar.  Tak ada elang.  Para penguasa pantai dan pesisir.  Sudah sedari tadi melipat sayapnya.  Di sarang yang hangat dan nyaman.  Menunggui anak-anaknya tertidur.  Mengumpulkan mimpi bagaimana cara mereka bisa segera terbang esok hari.

Perjalanan malam dilakukan seperti biasa.  Menapis gelap.  Menepis senyap.  Melakukan perburuan atau sekedar menjeda pertapaan.  Bukan hanya ngengat atau kunang-kunang.  Tapi juga orang-orang yang memutuskan mencintai malam.

Perjalanan malam punya saat tepat untuk berhenti.  Begitu tak terdengar lagi teriakan sunyi.  Atau bertiupnya puncak angin dingin dinihari.  Itulah alarm peringatan bahwa waktu sudah saatnya berganti.  Perjalanan mesti disudahi.

Jakarta, 24 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun