Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malam Berair Memerlukan Api

20 Mei 2018   23:24 Diperbarui: 20 Mei 2018   23:38 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Larutkan malam dengan gula batu.  Kataku.  Bersama secangkir kopi yang mesti dipanasi lagi.  Gelegak didihnya akan membangkitkan kekuatan.  Menghitung berapa jumlah hujan.  Menjatuhi cekungan genangan.  

Jika tak ada air yang cukup untuk dijerang.  Tadahlah hujan.  Kumpulkan setiap tetesnya.  Endapkan di dalam tempayan.  Itu cukup bagimu melewatkan dinginnya malam.

Jika tak ada api untuk menghidupkan tungku.  Bakar sedikit kekecewaan terhadap dunia yang memutuskan anak-anak menjadi yatim piatu.  Dalam peperangan dan musibah yang mengharu biru.

Jika apinya tak mau membesar karena angin terlalu kencang.  Mintalah sedikit percikan dari sisa-sisa cahaya matahari.  Pemantik abadi yang tak perlu lagi dikipasi.

Apabila semuanya sudah terhidang.  Duduklah terpekur di teras depan.  Nikmati bagaimana rasa manis mengelus tenggorokan.  Setelah pahit senantiasa menggaduhi pikiran.

Bogor, 20 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun