Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan itu Menjamu Sunyi

20 Mei 2018   00:18 Diperbarui: 20 Mei 2018   01:10 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tengah malam.  Perempuan itu memunguti sisa-sisa hujan.  Disimpannya bersama gemericik kerinduan.  Terus mengalir mengalahkan arus sungai.  Setelah badai.

Cawan dan gelas dijajarkan.  Di atas meja.  Tempat biasanya menjamu sunyi.  Di situlah letak serpihan hati.  Dari kenangan demi kenangan yang dikumpulkan.  Bersama waktu yang minta jangan dilupakan.

Lemari yang disusun dari rak-rak kayu.  Banyak buku.  Perempuan itu mengambil salah satu.  Membacanya sebelum tidur.  Berulang membaca judulnya yang sudah berjamur.  Namun maknanya tak pernah luntur; sunyi itu mati, tapi ramai lebih lagi mencederai.

Perempuan itu menyalakan lampu.  Menerangi ingatannya pada sebuah kisah lama.  Tentang airmata yang tak lagi mengkristal di pipi.  Namun berjatuhan di lantai serupa butiran es beku.

Merawat luka.  Lalu membesarkannya hari demi hari.  Atas nama perjamuan.  Kehidupan yang terlewatkan.  Begitu saja.  Tanpa rencana.  Ataupun ujungnya hendak kemana.

Perempuan itu meraih gelas berisi kisah yang lain.  Tentang kegaduhan yang sengaja diberi pengeras suara.  Agar sekedar lupa.  Dirinya terjebak dalam suasana tak mematikan.  Namun jelas membosankan.

Bangkit perlahan dari terbaringnya sejak dinihari.  Perempuan itu menyiapkan lagi satu perjamuan.  Mengundang keramaian yang berbeda.  Dan masih terjaga.  

Sajian utamanya sunyi.  Demi semua kenangan yang hendak dijahitnya dalam mimpi.  Sembari berharap esok pagi memberinya kesempatan untuk menyelesaikan sebuah puisi; sunyi boleh datang kapan saja, tapi dia akan menggaduhinya dengan cinta.

Bogor, 20 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun