Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Reinkarnasi (Bab 11)

16 Mei 2018   07:45 Diperbarui: 16 Mei 2018   08:13 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gadis cantik ini melanjutkan,"dia bilang iya.  Di Indonesia sedang terjadi perebutan manuskrip antara Trah Pakuan dan Trah Maja.  Bahkan kolega saya itu mengatakan bahwa reinkarnasi SUDAH terjadi."

Wang Mo menghela nafas panjang.  Dia menatap semua yang hadir lalu membuka sebuah catatan yang terlihat kuno sambil berkata,

"Yang perlu kalian ketahui mengenai kejadian ini adalah, jika sebuah urutan sejarah berubah maka itu akan merubah urutan sejarah lain yang masih saling mengait.   Kalian sadar bahwa reinkarnasi yang disebut Hoa Lie tadi akan berpengaruh terhadap sejarah kekaisaran Cina termasuk mungkin perjalanan Cheng Ho bisa batal karenanya."

Kecuali Hoa Lie, para kolega yang lain tersentak kaget.  Alangkah ngerinya jika itu sampai terjadi.  Salah seorang di antaranya, seorang pemuda yang nampak acuh tak acuh dengan penampilan gagah dan perlente, berdiri sembari meraih spidol.  Menuliskan sebuah skema rantai di whiteboard.  Sampai di ujung rantai lalu menyimpulkan,

"Jika kejadiannya seperti ini maka kita harus ikut ambil bagian dalam mempertahankan alur sejarah agar tak berubah.  Ini cukup gawat bagi eksistensi sejarah kekaisaran Cina."

Wang Mo bertepuk tangan sekali.  Keras.

"Yup! Aku setuju! Pergilah ke Indonesia Feng Siong.  Misimu sederhana, jangan sampai reinkarnasi itu menjadi sempurna.  Hoa Lie, temani Feng Siong.  Kamu yang banyak punya hubungan dengan Trah Maja."

Hoa Lie mengangguk,"kunci dari semua ini adalah Gerbang Waktu.  Jangan sampai terbuka.  Saya akan atur supaya secepatnya kita ke Indonesia.  Waktu sangat berharga.  Kita sedang bertaruh dengannya."

------

Jeritan yang mendirikan bulu kuduk itu terdengar berulang-ulang.  Mirip suara perempuan yang kesakitan karena disiksa dengan begitu pedih.  Raja gemetar.  Entah kenapa suara jeritan itu sangat mempengaruhinya.  Badannya langsung lemas.  Suara itu menusuk jauh ke dalam perasaannya.  Seperti menempatkan dirinya dalam ngarai dengan tebing di kanan kiri yang siap meruntuhinya setiap saat.

Raja menegangkan semua otot tubuhnya.  Tanpa sengaja memutar-mutar cincin pemberian orang tua pemulung di jari manisnya.  Perlahan-lahan pikirannya menjadi tenang.  Sebuah pikiran aneh melintas.  Jatuh pada sebuah kesimpulan yang tak pernah sedikitpun ada dalam benaknya.  Itu suara Harpy, wanita bersayap penuh dengan kutukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun