Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Elang, Cincin, Laut, dan Badai di Antaranya

15 April 2018   07:01 Diperbarui: 15 April 2018   08:42 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Siapakah perantara angin.  Menyayat permukaan udara yang diam.  Dengan torehan paruh tajam.  Melukai dinding langit.  Hingga akhirnya meneteskan airmata.  Gerimis yang istimewa.  Diakah yang membentangkan sayap selebar jarak antara Rama dan Shinta?

Bagaimanakah cara gunung-gunung api menempa bumi.  Menciptakan cincin istimewa yang selalu menyala.  Mengelilinginya.  Melindunginya dari reruntuhan zaman.  Bukankah dengan cara meledakkan kesuburan tanah dan mengalirinya dengan lava?

Seperti itukah lautan berkeinginan.  Melahirkan anak-anak ikan tepat pada musimnya.  Membesarkannya baik-baik.  Nelayan dan anak-anaknya tidak boleh kelaparan.  Merekalah yang selama ini memikul neraca agar laut tidak kepenuhan.

Apabila kemudian badai membuat udara tidak diam, cincinnya menyebabkan bumi meruam, laut menggelinjang tak senang, maka terjadilah perkawinan antara sebab akibat.  Bayi-bayi yang dilahirkan adalah bencana.  Mendewasa dalam bentuk permainan cuaca.

Sampit, 15 April 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun