Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Burung-burung Pengabar Kematian

31 Maret 2018   12:17 Diperbarui: 31 Maret 2018   12:37 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepasang Kedasih melintasi langit yang menyala.  Helai-helai sayapnya terbakar satu demi satu.  Berjatuhan di semak yang lalu ikut terbakar.  Abunya digiring udara kemana-mana.  Masuk rongga dada dan menghanguskan isi kepala.

Seekor Gagak berkoak melewati perkotaan yang mengabut.  Kabutnya adalah asap hitam berjelaga dari pantat tungku-tungku raksasa.  Koakannya berjanji tentang kesakitan.  Saat kabut itu mulai menuruni tenggorokan.

Burung-burung pengabar kematian.  Melintasi belahan bumi berulangkali.  Mengabarkan kematian.  Kepada orang-orang yang berjejalan di gubuk sempit.  Lebih dahulu dibanding mereka yang beranjang busa.

Burung-burung itu utusan maut.  Berkabar duka mengenai kematian yang mendekat.  Buminya sekarat.  Langitnya berkarat.  Tinggal terus menyuntikkan bisa berupa karbon monoksida.

Burung-burung pengabar kematian berkelojotan.  Memilih lebih dahulu bermatian.  Tak sanggup lagi berkirim berita nanti.  Kematian yang berbela sungkawa pada kematiannya sendiri.  Sebab ini bukan ajal harian.  Tapi malapetaka yang meruntuhi semua kehidupan.

Bogor, 31 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun