Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Buruk Air yang Terlupakan

24 Maret 2018   10:20 Diperbarui: 24 Maret 2018   10:53 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini kisah yang tak usah disebarkan.  Aku akan menanggungnya sendiri.  Aku hanya akan mengadu kepada muara.  Betapa rusuh tubuhku setelah kau aduk dengan berbagai macam busa.

Deterjen untukmu mencuci.  Berkali-kali.

Limbah pabrik tempatmu mengolah barang-barang.  Berulang-ulang.

Sampah plastik bekasmu makan.  Terus-terusan.

Sebagai hujan aku datang.  Hanya untuk menemukan tubuhku terpental berhamburan.  Di aspal dan beton yang kau sebut sebagai peradaban.  Aku akhirnya cuma jadi genangan.

Sebagai embun aku tinggal di daun-daun.  Tapi pohon-pohon habis kau tebang.  Kau bilang itu pembangunan.  Aku akhirnya cuma jadi kabut asam.

Sebagai sungai aku melakukan perjalanan jauh.  Menyusur setiap lekuk turunan dan tikungan.  Melewati belakang rumahmu perlahan-lahan.  Sebagai balasannya kau lempar aku dengan tumpukan tinja dan berbagai macam kotoran.  Aku akhirnya jadi tempat sampah yang mengalir lemah.

Sebagai laut aku menyediakan ikan dan karang.  Memberimu penghidupan dan kehidupan.  Tapi bergalon minyak dimana-mana kau tumpahkan.  Aku akhirnya cuma bisa kesepian.

Ini cerita buruk dariku.  Kelak, aku adalah mimpi burukmu.

Jakarta, 24 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun