Ini kisah yang tak usah disebarkan. Â Aku akan menanggungnya sendiri. Â Aku hanya akan mengadu kepada muara. Â Betapa rusuh tubuhku setelah kau aduk dengan berbagai macam busa.
Deterjen untukmu mencuci. Â Berkali-kali.
Limbah pabrik tempatmu mengolah barang-barang. Â Berulang-ulang.
Sampah plastik bekasmu makan. Â Terus-terusan.
Sebagai hujan aku datang. Â Hanya untuk menemukan tubuhku terpental berhamburan. Â Di aspal dan beton yang kau sebut sebagai peradaban. Â Aku akhirnya cuma jadi genangan.
Sebagai embun aku tinggal di daun-daun. Â Tapi pohon-pohon habis kau tebang. Â Kau bilang itu pembangunan. Â Aku akhirnya cuma jadi kabut asam.
Sebagai sungai aku melakukan perjalanan jauh. Â Menyusur setiap lekuk turunan dan tikungan. Â Melewati belakang rumahmu perlahan-lahan. Â Sebagai balasannya kau lempar aku dengan tumpukan tinja dan berbagai macam kotoran. Â Aku akhirnya jadi tempat sampah yang mengalir lemah.
Sebagai laut aku menyediakan ikan dan karang. Â Memberimu penghidupan dan kehidupan. Â Tapi bergalon minyak dimana-mana kau tumpahkan. Â Aku akhirnya cuma bisa kesepian.
Ini cerita buruk dariku. Â Kelak, aku adalah mimpi burukmu.
Jakarta, 24 Maret 2018