Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Prasangka

21 Februari 2018   08:29 Diperbarui: 21 Februari 2018   08:45 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku cukup mengerti mengapa kau terus menggerutu pada kehadiran prasangka yang mengganggu.  Kau sedang dibelit ragu bagamana caraku melunasi hutang terhadap waktu.  Kau salah.  Aku termasuk salah seorang yang bersikukuh tidak menyerah.

Lihat bagaimana cara matahari memperlakukan pagi yang memutuskan untuk bersikap sederhana.  Memeluknya erat dalam kehangatan yang belum ada tandingannya.  Seperti cuaca hari ini.  Tahu benar bagaimana cara mencintai.

Sungguh keliru meratapi bunga-bunga yang tak hendak mekar sebab memang belum cukup air pada tangkainya.  Begitulah sebenarnya cara keindahan memperlakukan mata. 

Bersabarlah.  Waktu yang bergulir tak bisa dipuntir hingga patah.  Di antaranya ada upaya tak kenal lelah.  Kau tahu hal itu akan layak mendapatkan hadiah.

Ingatlah seperti apa ketika aku mendulang wangi melalui ribuan puisi?  Berburu rindu di belantara berpaku? Juga janji mendanaukan gunung tertinggi di pulau ini?

Apabila itu semua ternyata tak menjadikan keyakinanmu pulih.  Ambillah segayung air yang kau ambil dari sungai yang mengalir.  Taruh di atas tungku dari batu.  Tunggulah hingga mendidih.  Saat itulah kau berada pada titik untuk mengaku.

Jakarta, 21 Februari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun