Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Purnama Kesiangan

16 Februari 2018   22:03 Diperbarui: 16 Februari 2018   22:42 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cuma ada satu bintang malam ini.  Bertengger sendirian.  Tapi tidak kesepian.  Ada sepotong dahan menyumbangkan keramaian dedaunan.

Warna langit agak buram.  Menceritakan kisah betapa getirnya rasa balam.  Namun tidak suram.  Banyak kepahitan memberikan peringatan tentang manis sesungguhnya dari kuatnya perjuangan.

Satu bintang dan langit bersanding.  Memperlihatkan tahta semesta.  Langit sebagai raja dan bintang sebagai mahkota.  Kerajaannya malam.  Para hambanya kegelapan.

Kalimat yang disampaikan pada saat upacara menunggu dinihari adalah kalimat tentang harapan.  Dari sepasang cinta yang berjuang keluar dari tempurung yang terbuat dari cangkang kecomang.  Asinnya lautan terlalu biasa.  Sekarang mencari daratan untuk mencicipi udara sempurna.

Satu bintang bukan kata perumpamaan.  Pudarnya langit bukan warna percobaan.  Semua adalah hikayat yang diceritakan purnama kesiangan.

Bogor, 16 Februari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun