Jangan lagi kau mengaduh saat gerimis menjatuhi atap rumahmu. Â Itu adalah berkah bagi melatimu yang mengering. Â Beberapa hari ini hanya sempat mencuri embun yang sedianya menguap ke langit. Â Jadilah tubuh awan tergerogoti sebagian.Â
Setelah tuntas semua basah, coba kau sentuh tumpukan daun kering yang sekarang melayang di genangan. Â Seperti perahu kecil sedang berlabuh. Penumpangnya adalah kenangan yang diseduh oleh hati luluh.
Do'amu lalu membanjir mengikuti aliran air; KepadaMU Tuhan yang menciptakan ingin, ijinkan aku menikmati sore hari dengan segelas teh dingin. Â Aku hanya akan mencari hangat, jika puisiku diterpa angin menuju rindu yang lama mampat. Â Benarkah cinta ini sebesar gunung? Atau gunung yang menyamai besarnya cinta? Â Tak perlu Kau jawab Tuhan, aku sudah mendapatkan jawabannya. Â Dari secarik kertas usang yang dipenuhi sarang laba-laba.
Jakarta, 9 Oktober 2017