Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Setelah Gerimis Kau Lalu Kirimkan Do'a

21 Oktober 2017   16:55 Diperbarui: 21 Oktober 2017   16:56 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jangan lagi kau mengaduh saat gerimis menjatuhi atap rumahmu.  Itu adalah berkah bagi melatimu yang mengering.  Beberapa hari ini hanya sempat mencuri embun yang sedianya menguap ke langit.  Jadilah tubuh awan tergerogoti sebagian. 

Setelah tuntas semua basah, coba kau sentuh tumpukan daun kering yang sekarang melayang di genangan.  Seperti perahu kecil sedang berlabuh. Penumpangnya adalah kenangan yang diseduh oleh hati luluh.

Do'amu lalu membanjir mengikuti aliran air; KepadaMU Tuhan yang menciptakan ingin, ijinkan aku menikmati sore hari dengan segelas teh dingin.  Aku hanya akan mencari hangat, jika puisiku diterpa angin menuju rindu yang lama mampat.  Benarkah cinta ini sebesar gunung? Atau gunung yang menyamai besarnya cinta?  Tak perlu Kau jawab Tuhan, aku sudah mendapatkan jawabannya.  Dari secarik kertas usang yang dipenuhi sarang laba-laba.

Jakarta, 9 Oktober 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun