Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bumi Adalah Ibu dari Segala Ibu yang Penyayang

12 Oktober 2017   21:53 Diperbarui: 12 Oktober 2017   22:36 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selamat malam cinta.  Malam bagiku adalah awal dari cerita.  Tidak ada cahaya bukan berarti hatiku tak terang.  Aku bisa saja meminjam sinar matamu sebagai lampu.  Menyoroti kertas yang aku tulis menggunakan tinta cumi-cumi.  Hitamnya itu abadi.

Saat aku duduk memandangi daun bambu yang mengering.  Di situlah aku mulai dihinggapi hening.  Daunnya merana bukan karena cinta.  Tapi karena akarnya terantuk batu-batu.  Maklum saja ini Jakarta.  Tak banyak tanah yang tersisa untuk akar menemui rongga.

Begitu pula air yang mudah saja tertipu.  Beton yang menghitam dikiranya lautan.  Jadilah pecahan hujan menjadi begitu lintang pukang berhamburan.  Ke segala arah tak bisa menemukan lorong menuju bumi.  Tumpahan lalu menjadi genangan.  Genangan kemudian menjadi kubangan.  Kubangan setelahnya menjadi lautan.  Menelan rumah, manusia dan timbullah kericuhan.

Tapi jangan khawatir sayang.  Bumi adalah ibu dari segala ibu yang penyayang.  Tak akan lekang hanya karena hujan semalaman.  Tak akan punah kecuali hanya jika telunjukNYA meradang, tenggelamkan!

Jakarta, 11 Oktober 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun