Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tegas Anies Tanpa Perlu Berkata Keras

8 Juli 2019   17:12 Diperbarui: 8 Juli 2019   17:38 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat Kebijakan yang diambil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada bangunan-bangunan yang menempati pulau reklamasi mestilah dilihat secara utuh. Banyak kesalahpahaman publik dalam melihat kebijakan yang diambil oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan, publik beranggapan kebijakan tersebut merupakan bentuk kompromi Anies Baswedan kepada pihak pengembang dan kontraktor proyek reklamasi. Justru Kebijakan Anies mampu memaksa pengembang untuk mengikuti segala jenis prosedur yang berlaku sesuai Perda DKI Jakarta, juga mengharuskan kesepakatan kerjasama yang telah dibuat.

Anies mampu mempertahankan lahan Reklamasi sebagai ruang publik yang bisa diakses oleh warga, dan memastikan lahan tersebut sepenuhnya dikuasai oleh Jakarta dan Negara. Anies Baswedan memastikan tidak ada private sektor atau lahan eksklusif yang tertutup untuk publik. Pada titik itu Anies Baswedan mampu memastikan tidak ada kedaulatan negara atas lahan yang tergadai untuk kepentingan pengembang reklamasi.

Menjawab soal kontribusi tambahan 15 persen yang dikatakan mampu menambah pendapatan DKI Jakarta, Anies Baswedan secara tegas menjawab tidak ada kompromi dan transaksi yang menggadaikan kedaulatan negara atas lahan. "Enak saja kedaulatan kita mau dijual 15%. Jangankan 15%, dijual dengan nilai 25% atau 50% juga saya tidak setuju. Ini soal kedaulatan negara. Sebuah wilayah di pesisir Ibukota dijadikan kawasan private. 

Dikelola 100% oleh pengembang. Kawasan yang tertutup untuk publik dan dijaga oleh petugas keamanan swasta. Lalu, hanya sekelompok orang, yaitu hanya yang kaya, yang bisa masuk dan menggunakan manfaat dari ratusan hektar lahan reklamasi. Belum lagi kalau kita bicara ini kawasan pantai yang terbuka bagaimana dengan resiko soal masuk-keluar orang asing, perdagangan ilegal dll. Semua eksklusifitas itu dikemas dengan dibungkus kontribusi tambahan 15%. Itu namanya bayar tambahan untuk ambil alih kedaulatan kita atas tanah itu" Ujar Anies.

Jangan sampai publik terkecoh dengan pencaplokan kedaulatan negara dan hak publik mengakses lahan reklamasi dibiaskan dengan kontribusi tambahan 15 % yang diberikan oleh pihak pengembang reklamasi. Anggota DPD RI DKI Dailami Firdaus mengatakan keputusan Anies sudah benar lantaran mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) DKI nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau C, D dan E. Kita seharusnya menunggu langkah konkrit Anies agar bangunan-bangunan yang telah berdiri dapat bermanfaat bagi masyarakat Jakarta. Bukan hanya memberi keuntungan kepada pengembang saja atau biasa dikenal dengan sebutan, "Sembilan Naga".

Gubernur Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempertanyakan kebijakan Anies Baswedan mengeluarkan IMB berdasarkan Pergub Pergub 206/2016. Ahok menganggap Pergub itu tidak cukup dijadikan landasan hukum dalam menerbitkan IMB. Anies menjawab pertanyaan itu dengan cara mengklarifikasi bahwa pada zaman Ahok ketika menjabat sebagai Gubernur, Ahok belum memiliki alas hak untuk penerbitan IMB seperti Hak Penggunaan Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau Reklamasi belum terbit, sehingga penerbitan IMB belum bisa dilaksanakan. 

Ahok jelas belum dapat terbitkan IMB karena ketiadaan HPL dan HGB yang belum dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pada saat HGB dan HPL bagi pengembang reklamasi terbit, Ahok justru sudah lengser dari jabatan Gubernur DKI Jakarta, juga kalah dalam Pilgub 2017. Pada poin kepemilikan HPL dan HGP oleh pengembang Reklamasi jelas terlihat perbedaan signifikan antara zaman Ahok dan era Anies Baswedan.

Ketika publik secara mampu melihat persoalan mengenai poin HPL dan HGP, mungkin polemik tidak akan muncul. Pada era Anies Baswedan pengembang reklamasi telah mengantongi HPL dan HGP maka dari itu Anies Baswedan sebagai Gubernur memiliki alas hak untuk menerbitkan IMB bagi bangunan yang terdapat pada Pantai Reklamasi. Sementara pada era Ahok, HPL dan HGP pengembang reklamasi belum ada, sehingga tidak mungkin Ahok bisa menerbitkan IMB.

Publik harus mampu melihat landasan argumen hukum dan prosedur peraturan yang melandasi terbitnya IMB terlebih dahulu. Jangan malah terjebak fanatisme terhadap Gubernur terdahulu dan berakhir terjerembab mengedepankan sentimen dalam mengkritik kebijakan yang telah diterbitkan sesuai formalitas hukum dan peraturan yang berlaku.  

Juga yang terpenting yang harus dicatat adalah Anies Baswedan memastikan tidak ada kedaulatan yang tergadai, dilepaskan kepada pengembang dengan iming-iming imbalan nilai kontribusi tambahan 15%. Ini tanah kita, ini air kita dan semua wilayah itu adalah tanah air kita. Jangan jual kedaulatan Indonesia. Justru Pemerintah DKI Jakarta mengupayakan mengambil alih kawasan itu, untuk dijadikan kawasan terbuka, pantai untuk publik, kawasan yang diatur oleh pemerintah. Bukan kawasan tertutup lagi. Anies Baswedan mengatakan tidak mau menjual kedaulatan tanah dan berjualan kedaulatan NKRI.

Meski Anies Baswedan tidak mampu berkata-kata keras seperti Gubernur sebelumnya, bukan berarti Anies Baswedan tidak mampu bersikap tegas dalam melawan pihak-pihak yang berupaya mengangkangi kedaulaatan NKRI. Sikap tegas lebih baik dari sekedar berkata-kata keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun