Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Politik

People Power, Siapkah Hadapi Konsekuensinya?

10 Mei 2019   16:27 Diperbarui: 10 Mei 2019   16:43 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Tribunnews.com


Beberapa waktu terakhir, ramai pemberitaan akan adanya aksi "People Power" dikarenakan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 penuh kecurangan. Wacana ini sendiri awal mulanya diperkenalkan oleh Anggota Dewan Pertimbangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Amien Rais, sejak sebelum pencoblosan Pilpres 2019 dimulai. Di hadapan massa, Dia meyakini bahwa gerakan semacam ini selalu berhasil meraih tujuan yang diinginkan.

Dia pun memberikan contoh People Power 21 Mei 2998 yang melengserkan Presiden kala itu, Soeharto. Selain itu, masih ada juga beberapa gerakan lain, seperti gerakan rakyat menjatuhkan kepemimpinan Nicolae Ceaucescu di Rumania hingga gerakan yang dipimpin Ayatollah Khomeini di Iran.

Dalam konteks saat ini, Amien mengatakan gerakan bisa dilakukan dengan menolak hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum. Karena menurutnya kecurangan di pemilu ini juga telah melibatkan KPU. Sebelumnya, Amien telah menegaskan pandangannya bahwa gerakan people power ini tidak melanggar konstitusi. Ia menilai hal ini telah dijamin oleh Undang-Undang.

Menanggapi anjuran dari Amien Rais, Dewan Pengarah BPN, Amir Syamsuddin menyatakan tidak sependapat dengan langkah aksi demonstrasi dengan menuntut penyelenggara pemilu untuk mendiskualifikasi salah satu pasangan capres 2019. Menurut dia, ada langkah hukum yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Maka dari itu, bagi salah satu pasangan yang keberatan terhadap hasil perhitungan pemilu dipersilakan menempuh jalur hukum.

Begitu juga dengan Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Lukman Edy, dengan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersabar dan menahan diri. Ditengah kondisi yang sedang panas seperti saat ini, rawan terjadi penyusupan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk semakin memperkeruh suasana.

Dari sisi ekonomi, adanya penggulingan kekuasaan secara paksa oleh rakyat memberikan konsekuensi yang sangat besar. Tentunya bagi generasi 90-an keatas masih ingat People Power bernama Reformasi pada 1998. Meskipun kondisi ekonomi terlebih dahulu krisis beberapa tahun sebelumnya, akan tetapi adanya penggulingan kekuasaan secara paksa oleh rakyat ini menyebabkan rencana pemulihan ekonomi menjadi lama.

Peningkatan jumlah pengangguran juga menyusul kemudian. Dari 4,68 juta orang pada 1997 menjadi 5,46 juta orang pada 1998. Hal ini secara langsung berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat. Di saat seperti ini inflasi meroket drastis 80 persen dengan pertumbuhan ekonominya minus.

Alhasil, harga-harga, utamanya harga kebutuhan pokok, terus meroket. Harga bahan bakar minyak (BBM) premium dari Rp700 melonjak menjadi Rp1.200. Harga beras dari sekitar Rp 1.100 per liter menjadi Rp10.500. Apalagi barang-barang elektronik yang sebagian besar masih impor, menjadi barang mewah pada saat itu.

Nilai mata uang kebanggaan Rupiah pun terjun bebas, dari Rp2.500 menjadi Rp16.650 per USD1. Hal ini dikarenakan adanya perpindahan uang dalam jumlah masif ke luar negeri dalam waktu hampir bersamaan. Para investor dan tidak sedikit konglomerat lokal, berusaha menyelatkan aset-asetnya ke luar negeri.

Selepas Reformasi, pergantian pucuk pimpinan Negara dalam waktu jangka waktu tidak terlalu lama menjadi hampatan perbaikan ekonomi dapat dilakukan sesegera mungkin. Saling tikam di antara elite politik untuk berebut kekuasaan memakan korban rakyat kecil. Mereka hanya dijadikan komoditi, alat untuk meraih kekuasaan. Sementara perbaikan ekonomi mereka diabaikan, tidak ada pihak bertanggung jawab.

Itu dengan kondisi ekonomi yang sudah parah, maka bagaimana jika people power dipaksakan dalam kondisi saat ini, yang pemerintah klaim cukup bagus, masih tumbuh meskipun nilainya kecil. Tentunya rakyat akan jauh lebih kaget dengan perubahan situasi yang terjadi. Bayangkan saja ketika dunia internasional tidak percaya lagi dengan Indonesia. Investor buru-buru menarik kembali investasinya. Konglomerat menyelematkan harta mereka masing-masing ke luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun