Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Heboh Laporan Keuangan Garuda, Bukti Nyata Peringatan Prabowo

2 Mei 2019   15:39 Diperbarui: 2 Mei 2019   15:57 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: IDNFinancials.com

Tidak perlu waktu lama bagi Prabowo untuk membuktikan peringatannya kepada rakyat Indonesia. Sejak disinggung Prabowo ketika debat Capres 5 tanggal 13 April 2019, Garuda Indonesia seperti panas dingin. Dalam seketika, semua mata memandang pada direksi Garuda yang dianggap gagal membawa perusahaan Negara tersebut mengudara terbang tinggi.

Garuda Indonesia adalah BUMN hasil nasionalisasi perusahaan Belanda, KLM Interinsulair Bedrijf, oleh Presiden Soekarno. Merupakan satu-satunya perusahaan penerbangan penumpang milik Pemerintah Indonesia yang masih hidup. Merpati sudah lebih dulu terjembab setelah disuntik PMN bertahun-tahun. Garuda Indonesia tidak berbeda, karena sampai sekarang masih menjadi perusahaan andalan pemerintah untuk mengangkut ASN ke seluruh Indonesia. Harusnya, tidak logis apabila rugi.

Peringatan Prabowo tersebut, tidak 'njlimet'. Tidak membutuhkan IQ 200 untuk mempertanyakan. Tidak membutuhkan pendidikan tinggi sampai S9. Logikanya, Garuda perusahaan Negara yang selama ini bertugas mengangkut Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam melakukan kunjungan ke daerah, mengapa rugi? Pada akhir 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengungkap dugaan penyebab kerugian PT Garuda Indonesia tiap tahun, yaitu terjadinya dugaan mark up pembelian pesawat. Tidak heran mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar ditangkap KPK akibat korupsi Rp.20 miliar.

Pada pertengahan 2018, Garuda mencatat kerugian sebesar US$116,85 juta, hal ini yang menjadi perhatian besar Prabowo. Bagi Prabowo, Garuda Indonesia adalah duta bangsa di luar negeri. Kalo sampai rugi, maka dunia internasional menganggap Indonesia salah tata kelola. Namun perhatian itu dianggap remeh oleh Jokowi. BUMN sudah bagus semua kok. Bahkan sedang bersiap untuk menjadi super holding.

Hanya berselang 11 hari setelah debat Capres tersebut, muncul polemik Garuda. Dua Komisaris perusahaan Garuda menolak tanda tangan laporan keuangan tahunan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Permasalahannya karena Garuda menyampaikan laporan keuangan yang dipermak bagus, sehingga tertulis laba bersih Rp.11,33 miliar. Sedangkan tahun-tahun sebelumnya selalu rugi. Pada 2017, Garuda mencatatkan kerugian lebih dari Rp.2 triliun. Bagaimana bisa dalam jangka waktu setengah tahun, Garuda bisa menutup kerugian dan langsung untung sebesar Rp.11 miliar.

Ketika diteliti lebih lanjut, Garuda memasukan piutang ke dalam pendapatan. Piutang tersebut atas transaksi Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan, antara PT. Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink sebesar Rp.3 triliun. Dengan rincian sebagai berikut:
*Hak pemasangan layanan Wifi dalam penerbangan: USD$131,94 juta
*Hak pengelolaan hiburan dan konten dalam penerbangan: USD$80 juta
*Bagi hasil dari PT Sriwijaya Air: USD$28 juta
Total: USD$239,94 juta atau setara dengan Rp.3,3 triliun (kurs 14.000)

Kejanggalan lainnya adalah, pendapatan tersebut dicatat untuk 2018, padahal dalam perjanjian kerjasama, pendapatan tersebut disetor dalam tenor 15 tahun. Disamping itu, terdapat klausul yang menyatakan bahwa perjanjian akan direview tiap tiga bulan sekali, dan dapat dihentikan sewaktu-waktu. Betapa berbahayanya apabila Garuda Indonesia bersikeras mencatatkan pendapatan tersebut dan nantinya perjanjian kerjasama tersebut justru tidak sesuai dengan target pendapatan.

Mungkinkah memperbaiki laporan keuangan tersebut adalah usaha Direksi Garuda untuk mempermak kerugian setelah ditegur oleh Prabowo? Apabila benar, Prabowo, baru menjadi capres saja, Garuda sudah mulai untung. Sedangkan Jokowi sudah hampir 5 tahun Presiden RI, Garuda terus merugi. Tindakan Direksi Garuda tersebut dianggap tidak sesuai dengan kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. Selain itu pendapatan yang diakui berasal dari pendapatan dari bisnis sampingan garuda, bukan bisnis pokok. 

Sehingga, memiliki resiko yang besar apabila sampai PT. Mahata Aero Teknologi (Mahata) gagal bayar dikemudian hari. Apalagi perusahaan tersebut hanya memiliki valuasi perusahaan sebesar Rp.10,5 miliar saja. Mampukah perusahaan sekecil itu menjamin pendapatan perusahaan Negara sebesar Rp3,3 triliun? Dimana domain website perusahaan saja tidak diperpanjang oleh Mahata.

Apapun yang terjadi di dalam internal Garuda, permak laporan keuangan ini seakan-akan membuka tabir fenomena gunung es. Tidak hanya suara saja yang bisa dipermak, laporan keuangan juga rupanya bisa diperbaiki dalam era pemerintahan Jokowi. Dan penyakit ini bukan hanya di Garuda, seperti yang kita ketahui bersama, Dirut PLN juga baru-baru ini menjadi tersangka KPK. Sehingga kita bertanya-tanya, apakah mungkin selama ini laporan-laporan yang disebar ke media massa mengenai capaian-capaian pemerintahan Jokowi hanya laporan yang diperbaiki? 

Kita wajib curiga, karena sudah banyak kejadian yang menunjukan kecenderungan itu. Dan jikalau budaya laporan keuangan BUMN yang dipermak tersebut terus dilakukan oleh pemerintahan Jokowi, bukan tidak mungkin Garuda akan nyungsep bebas seperti Merpati.  Karena mempermak laporan keuangan BUMN sama saja merampok uang rakyat Indonesia.

Oleh Frank Wawolangi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun