Stagnasi pertumbuhan ekonomi merupakan kelemahan peran pemerintah dalam merealisasikan kebijakan pro investasi untuk industrialisasi. Selama lima tahun belakangan, pertumbuhan ekonomi nasional tak bisa melampaui angka psikologis 5,5 persen. Terakhir pada tahun lalu, pertumbuhan itu mentok pada 5,27 persen.
Bandingkan dengan negara yang dianggap "selevel", Indonesia masih juga tertinggal. Pada tahun lalu, Vietnam mencatatkan pertumbuhan hingga 7,0 persen, Filipina sebesar 6,2 persen, dan India 7,1 persen.
Dengan situasi global yang sama, dan sebagai sama-sama negara berkembang, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyarto pun mempertanyakan mengapa Indonesia kalah?
Kondisi inilah yang diendus oleh Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno dan mengikrarkan 17 April 2019 menjadi momentum referendum ekonomi nasional. Referendum ekonomi nasional yang dimaksud oleh Sandiaga ditandai dengan mendahulukan pengusaha nasional, serta pajak yang berdasar kemitraan partnership bukan yang menekan.
Sejak masa awal kampanye, salah satu kritiknya terhadap perkonomian Indonesia saat ini adalah kebijakan yang dibuat selalu berubah-ubah sehingga berdampak terhadap dunia bisnis, investasi, dan masyarakat secara luas. Birokrasi dan perizinan harus sederhana. Termasuk pendampingan bagi UMKM juga.
Untuk merumuskan referendum kebijakan ekonomi tersebut, Sandi menekankan pentingnya dialog antara pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya agar menghasilkan kebijakan yang tepat. Kebijakan publik yang baik juga penting untuk pemberantasan korupsi.
Melalui kebijakan publik yang baik, potensi korupsi dapat diminimalisir dari awal. Kunci dari startegi, imbuhnya, adalah semua pelaku usaha termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta dan usaha menengah dan kecil (UMKM) harus menjadi lokomotif perekonomian Indonesia di masa depan.
Referendum yang dilontarkan oleh Sandi ini serupa tapi tak sama dengan referendum ekonomi Yunani yang sempat santer pada 2015. Mengutip dari Reuters, hasil referendum menunjukkan bahwa rakyat Yunani mengatakan menolak persyaratan penghematan dari Uni Eropa, Bank Sentral Eropa dan IMF untuk dana talangan baru. Lebih dari 60 persen rakyat Yunani mendukung Perdana Menteri Alexis Tsipras yang mengatakan bahwa Eropa tidak bisa lagi "memeras" mereka.
Referendum tersebut berhasil membuktikan bahwa rakyat mendukung pemimpinnya untuk bisa mengatasi krisis ekonomi tanpa melibatkan bantuan asing yang diselimuti dengan agenda tersembunyi. Sementara itu, maksud dari Sandi mengiaskan Pilpres 2019 dengan referendum ekonomi terkait dengan terus bertambahnya utang pemerintah.
Perlu diketahui bahwa awal krisis dari Yunani adalah "utang berisi agenda" dari Eropa untuk menarik Yunani bergabung dengan Uni Eropa, yang kebijakannya didominasi oleh Jerman.
Dengan memilih pasangan calon 02, ini berarti rakyat ingin perekonomian nasional membaik, lapangan pekerjaan tersedia banyak dan pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.Â