Mohon tunggu...
Milda Lase
Milda Lase Mohon Tunggu... Guru - Menulis membantu mengurai benang kusut di dalam pikiran kita.

Dilahirkan untuk memaknai hidup dengan setiap jengkal kesempatan yang diberikan oleh Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meminjam Lengan Ibu

24 November 2020   06:37 Diperbarui: 24 November 2020   06:40 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vintage Antique Kim Hiap Liong Foundry Works Sad Coal Grate Brass Clothes Iron - Irons (bonanza.com) 

Dari sekian banyak kalimat yang pernah diucapkan ibu kepada saya, ada satu yang masih terngiang hingga saat ini. Jika  diterjemahkan dari bahasa aslinya, artinya kira-kira begini: "kemanapun kamu akan pergi, kamu tidak akan membawa-bawa lengan ibu". Pernyataan ini memiliki makna konotasi yang artinya jika kita mempunyai kemampuan atau ketrampilan sendiri, itu adalah keuntungan pribadi yang tidak bisa dipinjamkan atau dibawa oleh orang walaupun orang itu adalah anak kita. 

Kalimat itu selalu terngiang ketika saya berhasil melakukan sesuatu atau bahkan tidak berhasil melakukan sesuatu. Dulu, pada saat diucapkan, kalimat itu sempat mengganggu saya, namanya anak remaja, tidak suka diatur atau disuruh. Dengan kebanggaan seorang remaja saya berkata dalam hati, "saya bisa koq". Namun melihat fenomena sekarang ini dan pengalaman mempunyai seorang anak yang beranjak remaja membuat saya merenungkan kembali kalimat ini. 

Sejak hidup merantau karena kuliah dan akhirnya bekerja dan menetap jauh dari orang tua, saya belajar untuk menjadi mandiri. Hidup sebagai anak kos memaksa saya untuk memasak, berbelanja, dan mengusahakan sendiri obat-obatan yang diperlukan ketika sakit. Biasanya jika di rumah, memasak bukan kegiatan utama saya. Dulu seingat saya, saya sudah cukup puas dengan tugas menyetrika pakaian orang serumah seminggu sekali. Setrika yang digunakan adalah setrika arang, karena katanya lebih bagus jika pakai arang. 

Namun di samping menyetrika, ibu saya juga mengharuskan kami anak-anaknya bisa mencuci baju sendiri, memasak, menyapu, dan mengerjakan kerajinan tangan. Ini tidak berlaku hanya bagi anak perempuan, tetapi juga bagi anak laki-laki bahkan semua orang baik keponakan atau saudara yang tinggal sementara di rumah kami. Semua harus bisa melakukan pekerjaan dasar seperti yang diajarkannya. 

Tentang kerajinan tangan, saya ingat dulu ketika ibu memaksa saya dan adik saya mengerjakan kristik, menyulam, dan merajut. Bahkan bagaimana menggunakan mesin jahit pun pernah beliau ajarkan. Kita tidak langsung ahli pada saat itu, namun dari ajarannya, setidaknya telah menyisakan beberapa pijar yang di kemudian hari bermanfaat buat diri sendiri. 

Setelah beberapa tahun berlalu dan anak-anak ibu saya sudah mulai menamatkan sekolah dan melanjutkan kuliah, mereka yang di rumah sudah menggunakan setrika listrik. Saya tersenyum sendiri jika mengingat hal ini. Dulu ibu saya memaksa saya menggunakan setrika arang bukan karena tidak mempunyai setrika listrik. Memang selain irit listrik, saya juga merenungkan bahwa menggunakan setrika arang mengajarkan saya beberapa hal.

Bagi yang pernah memiliki dan menggunakan setrika arang, mereka pasti tahu perjuangannya menghasilkan bara api dengan panas yang tepat agar tidak merusak baju yang disetrika. Saya bahkan belajar membuat bara api dimulai dari memilih batok kelapa yang sudah kering, dibakar hingga menghasilkan arang dengan panas bara yang sesuai. Setelah menghasilkan bara yang dibutuhkan, saya juga harus mencari akal agar arang mencukupi untuk menyetrika sekeranjang penuh pakaian. Saya diajarkan untuk menyiram batok kelapa yang sudah menjadi arang hitam untuk kemudian ditambahkan pada arang yang masih membara. Ada perasaan puas ketika itu berhasil dan perasaan menyesal ketika di tengah jalan arang yang diperlukan kurang. 

Bukankah apa yang diajarkan dan dicontohkan ibu saya itu adalah pelajaran yang tidak saya dapatkan secara langsung di sekolah? Saya teringat dengan kata resourcefulness, yang menurut saya adalah pelajaran pertama yang saya dapatkan. 

Menurut Molly McGrath dalam situsnya Resourcefulness in the Workplace: 6 Ways to be Resourceful (hiringandempowering.com) menyatakan bahwa mengembangkan kualitas resourcefulness atau menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) "panjang akal", tidak hanya merujuk pada "mampu melakukan" tetapi juga mengembangkan kualitas "rela melakukan apapun resikonya". Dengan menggunakan setrika arang, ibu saya mengajarkan kualitas rela melakukan sesuatu apapun resikonya. Ketika bara api pada arang habis karena lupa atau salah memperkirakan jumlah arang, saya harus menanggung resiko untuk membakar batok kelapa lagi agar mendapatkan arang yang dibutuhkan. 

Selain mengembangkan kualitas seperti di atas, kualitas kedua yang dikembangkan dari kegiatan menyetrika dengan setrika arang adalah kebijaksanaan menggunakan sumber daya. Saya pernah protes kepada ibu saya, "mengapa kita tidak menggunakan setrika listrik saja?" Namun alasan ibu saya pada saat itu, setrika listrik sedang rusak dan dengan menggunakan setrika arang akan mendayagunakan batok kelapa yang menggunung di gudang. Sebagai informasi, orangtua saya mempunyai kegiatan sampingan yaitu memelihara ternak. Untuk memelihara ternak, diperlukan kelapa untuk campuran pakannya. Kebetulan pulau tempat domisili keluarga kami memang adalah penghasil kelapa sehingga mendapatkan kelapa di sana tidak sesulit di pulau Jawa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun