Mohon tunggu...
Mila Trismayanti
Mila Trismayanti Mohon Tunggu... Administrasi - D'mee

Be the best yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kabut yang Menepi

10 Oktober 2019   21:51 Diperbarui: 10 Oktober 2019   22:00 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Perkenalkan ini Arya." Ujarku sambil menunjuk pada sesosok laki-laki yang sedang berdiri di sampingku. 

Donny terdiam terpaku sambil menatap Arya dengan penuh tanya. Seketika sikap gugupnya terlihat jelas meski Donny berusaha untuk tersenyum lebar. "Ah iya Arya ya, saya Donny," ucapnya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya ke hadapan Arya. "Silakan duduk, kebetulan saya juga belum pesan apa-apa. Kalian mau pesan apa?" Tambahnya sembari duduk.

"Kamu mau minum apa, Arya?" Tanyaku lembut pada Arya sambil menata duduk secara berdampingan.

"Kamu dulu dong," ujar Arya tak kalah lembutnya.

"Americano aja boleh?"

"No, too strong, Cappucino aja ya. Kasian perutnya loh," 

"Oke, cappucino ya mbak," ujarku kepada waitress yang semenjak tadi menunggu kami untuk memesan. 

"Cappucino tiga ya, mbak" ujar Donny menegaskan.

"Baik, ditunggu pesanannya ya bapak dan ibu," ujar waitress tersebut sembari mencatat dan berbalik meninggalkan meja kami. 

"Kalian sudah lama kenalnya?" Tanya Donny pada Arya.

"Kami sebenernya teman lama, tapi baru ketemu lagi kira-kira 2 bulan yang lalu?"jawab Arya.

"Iya dulu kita kuliah bareng ya" ujarku sambil tersenyum. "Ga sengaja kita ketemu lagi pas reuni kemarin,"tambahku.

"Wah hebat ya,jadi CLBK ya," ujar Donny sambil tertawa.

"Ah ngga juga kan belum diterima lamaran saya, mas." Ujar Arya sambil melirik padaku. Dan aku hanya tersenyum menanggapi pernyataan Arya yang ditimpali dengan candaan oleh Donny.

Percakapan antara aku, Donny dan Arya menjadi semakin hangat dan sesekali Donny melirik ke arahku lekat. Sikap canggung melihat kemesraanku dengan Arya terlihat jelas di matanya. Aku tahu dia berusaha untuk menahan hatinya dan memaksakan diri untuk tersenyum dalam  setiap percakapan kami. 

Donny pamungkas adalah sosok yang selama ini mengisi hidupku. Bersamanya aku telah melewati hari-hari dengan cinta dan kasih sayang meskipun dia telah memiliki istri dan anak. Seakan aku tak mampu pergi dari kehidupannya dan begitupun dia. Telah berulang kali pula kucoba pikirkan bahkan mencoba untuk pergi darinya karena aku tak mau selalu menjadi benalu dalam rumah tangganya. Seakan aku tak punya kekuatan untuk pergi meninggalkannya. Seakan akupun tak mampu lagi membuka hati untuk orang lain selain Donny.

"Ada yang mencoba mendekatiku,Don."ujarku suatu ketika.

Donny terperanjat entah kaget atau senang aku tak tahu. "Oh ya?" Ujarnya, "siapa?"tanyanya.

"Namanya Arya, aku dikenalkan oleh temenku,yank." Ujarku

"Bagus dong, dia baikkah? Kerjanya apa? Aku seneng kalo kamu seneng. Kamu harus mencoba membuka hati untuk yang lain. Aku udah bilang kan aku pasti bahagia melihat kamu bahagia, Din."

Aku hanya tersenyum dan tak berkata apapun. Aku hanya tertunduk dan menahan sesaknya dadaku ini. 'Bahagia melihat aku dengan orang lain?' terasa amat menyiksa dan teriris rasanya hatiku. Kupaksakan mengangkat wajahku dan dengan berat kucoba tersenyum dan menata kata-kataku salah otakku. Namun tak ada satu katapun yang mampu kuucapkan saat itu.

"Aku tahu kamu juga layak untuk bahagia. Kamu layak mendapatkan yang jauh lebih baik dari aku. Coba dong untuk membuka hati pada Arya. Kenalkan aku padanya ya biar aku tahu dia baik atau ngga buat kamu. Jangan sampe kamu disakiti seperti aku yang selalu menyakiti kamu," ujar Donny.

Aku kembali tertunduk dan tanpa terasa setitik air mata turun dr pelupuk mataku. Apakah benar perasaannya yang begitu senang melihat aku bersama pria lain? Berbagai spekulasi berkecamuk dalam otakku yang tak henti memberikan opsi-opsi tentang apa yang dipikirkan Donny tentang itu. 

"Aku udah bilang, kamu akan mendapatkan laki-laki yang tepat untuk kamu. Dan kuharap Arya adalah orang itu." Tambah Donny lagi. 

Aku tertunduk semakin dalam untuk menyembunyikan air mata yang makin deras. Hingga tangisku tak mampu lagi aku tahan. Donny meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. "Udah dong jangan nangis lagi. Aku ga mau kalo kamu sedih terus ya." 

Tangisku akhirnya pecah dan Donny menyandarkan kepalaku di pundaknya hingga basah bajunya dengan air mataku. Tanpa kata tanpa ada yang dibicarakan lagi hingga malam menjelang. 

***

Ponselku berbunyi tanda ada pesan masuk. Ringtone khas itu membuatku tahu siapa yang mengirim pesan itu padaku. Kuraih ponselku dan kubuka isi pesan itu. 

'Kayaknya Arya baik ya orangnya,' isi pesan Donny padaku.

Aku terdiam dan tak segera membalas pesan itu. Hingga kuterima pesan selanjutnya. 'Kamu harus mencoba untuk membuka hatimu untuknya. Dia punya pekerjaan yang bagus dan orangnya juga asyik.' Bunyi pesan kedua dari Donny.

'Iya dia memang baik,' balasku

'aku seneng kalo kamu bisa membuka hati untuk laki-laki lain, Din.'

Senang? Benarkah? Apakah Donny sama sekali tak cemburu dengan keberadaan arya? Pikiranku kembali berkecambuk dan tak henti mencari kata apa yang ingin disampaikan padanya. 'knapa kamu malah seneng kalo aku bersama lelaki lain? Kamu ga pernah ya sayang sama aku?' tanyaku.

'Siapa bilang aku ga sayang? Justru karena sayang aku mau kamu bahagia. Aku ga mampu membahagiakanmu, dinar.'

'Ada resiko saat aku membuka hati untuk lelaki lain, Don. Kamu ga apa-apa?'

'Apa itu, Din?'

'Bahwa kita tak bisa seperti ini lagi. Aku harus pergi dari kamu. Agar kamu juga bisa bahagia dengan keluargamu.'

'Kenapa? Kamu ga mau ya kenal sama aku lagi? Kita kan masih bisa berteman atau bersaudara,Din.'

'Tapi aku ga bisa, Don. Maafkan aku. Saat aku membuka hati untuk orang lain, artinya aku akan menghapus semua komunikasi dengan kamu. Aku ga bisa menjaga perasaanku saat dekat drnganmu.'

Donny tak langsung membalas pesanku. 

'Aku harap kamu akan selalu bahagia bersama istri dan anakmu. Dan bisa hidup tenang tanpa aku.' 

'kalo memang itu keinginanmu, aku tak bisa menolaknya lagi. Tapi aku menyayangkan jika harus putus komunikasi,'

'Maafin aku, Don'

Dan Donny tak membalas lagi pesan itu. Dan sejak saat itu komunikasi ku dengan Donny terputus. Aku tak pernah menghubunginya dan begitupun dengan Donny. Dan harapan agar hidup Donny lebih indah ke depannya selalu ada dibenakku. Meskipun sesungguhnya sakit kurasakan saat hidupku tanpa kehadiran Donny. 

***

Tiga tahun berselang sejak kejadian itu..

Kabut di pagi hari itu seakan menutupi bumi yang membuat penghuninya enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Alarm terus berbunyi mengagetkanku dan segera kumatikan. Dengan malas kubuka lebar mataku sambil bangun dan duduk. Kutarik kembali selimut yang masih menutupi sebagian badanku. 'Oh hangatnya' gumamku.

Akhirnya kupaksakan berdiri saat kudengar suara ponsel berdering. Dengan gontai kudekati meja kerjaku dan melihat siapa yang pagi-pagi buta begini menghubungiku. Terpampang nama Arya dalam layarnya dan kemudian kuterima teleponnya. 

"Ada apa, bro? Pagi-pagi begini udah telepon aja, kangen ya sama aku" tanyaku sambil tertawa.

"Waduh udah pagi ini jeng ya ampun, pantesan aja kagak ada laki-laki yang mau sama lu. Males gitu," jawab suara di seberang sambil tertawa. 

"Halaahh banyak omong lu, apaan sih pagi-pagi telepon?" Omelku.

"Bini gue katanya minta dibikinin karangan bunga buat menyambut kedatangan bos barunya. Jam 8 harus udah jadi ye kagak ada tapi tapi lagi."

"Eh gila lu ya ngapa ga dari kemaren sih ngomongnya,"

"Dadakan, Din. Sorry ye gue kerjain. Gue ke tempat lu jam 8 pokoknya. Udah ye bye." Dan seketika suara dari seberang lenyap. Dan aku hanya mampu ngomel-ngomel saja. 

Dengan cepat aku menuju kamar mandi dan bergegas ke toko bunga tempat usahaku. Ku petik beberapa bunga mawar putih dan merangkainya menjadi sebuah buket bunga. Aku tersenyum dengan puas akhirnya bisa membuatnya tepat waktu. Karena tak berapa lama Arya bersama istrinya sudah tiba di depan toko, kulihat Salsa membuka pintu dan masuk ke dalam. 

"Maafkan aku ya, mbak Dinar. Jadi ngerjain pagi-pagi. Itu temenku dadakan mau bikin acaranya." Ujar Salsa sambil mencium pipi kiri dan kananku. 

"Kamu itu loh, kalo bukan sahabat aku yang minta ga akan aku kerjain tuh buketnya." Omelku

"hihihi iya ya mbak, maafin..mau gimana lagi,"ujar Salsa sambil cengengesan. 

"Mana Arya kok ga masuk dia?" Tanyaku.

"Paling ke depan,mbak. Beli rokok,"

"Oalah bilang sama suamimu kalo istrinya lagi hamil jangan suka ngerokok terus."

"Iya, mbak. Susah tuh mbak dibilangin," 

Kami berdua tertawa dan berbincang berbagai hal. Arya dan Salsa menikah satu tahun yang lalu dan saat ini Salsa sedang mengandung anak mereka yang pertama. Arya adalah sahabatku dulu ketika masih duduk di bangku kuliah. Semenjak lulus baru tiga tahun kemarin bertemu kembali dalam satu event yang sama. 

***

Suara pintu pagar terbuka dan aku menoleh ke arah pintu dan sesosok pria mendekati tempat dudukku. Aku terperanjat kaget dan mengenali sosok yang ada di depanku. Dengan gugup aku membuka sarung tangan karet ku dan menyimpannya diatas meja. Pria itu adalah Donny, dia tersenyum sambil menatapku dan mengulurkan tangannya."Apa kabar, Dinar." Tanyanya. 

"Oh baik, Don. Kamu apa kabar" aku balik bertanya sambil meraih tangannya. Tangan hangat yang selama tiga tahun ini selalu aku rindukan. Perasaan itu seakan kembali bermunculan. 

"Aku baik juga, Dinar. Sekarang aku pindah ke kota ini dan akhirnya bisa ketemu lagi sama kamu," ujarnya sambil tak lepas senyumnya.

"Istri dan anakmu apa kabar, Don?" Tanyaku sambil memberikan kode untuk duduk di sebuah kursi taman.

"Mereka baik, Dinar. Dan aku tak bersama mereka sekarang." Ujarnya pelan.

"Maksudnya gimana, Don?" Tanyaku penasaran.

"Aku sudah berpisah dengan istriku. Dan anak-anak dibawah pengasuhan istriku. Banyak kejadian setelah kamu pergi dari hidupku, Dinar."

"Kenapa, Don? Apa yang terjadi?"

"Setelah kamu pergi, rasanya hidupku hancur, usahaku bangkrut dan aku sakit keras sehingga istriku tidak tahan dengan kondisiku saat itu dan pergi meninggalkan aku."

"Ya Tuhan,,"

"Akhirnya aku ikut kerja di tempat saudaraku dan pindah ke kota ini."

"Aku turut prihatin, Don."

"iya makasih, dinar. Ketika aku sendiri entah mengapa aku jadi teringat dirimu, Dinar. Aku ingin berada dekat denganmu. Saat itu aku berpikir mungkin salah jika aku kembali ke kota ini. Tapi entah mengapa keinginanku rasanya tak mampu aku bendung. Walaupun kamu sudah bersama yang lain tapi aku ingin dekat denganmu. Hanya dekat saja tak mengapa."ujarnya

Aku tertunduk sambil memainkan jari jemariku. Entah apa yang harus aku katakan. Rasanya banyak yang ingin aku tumpahkan namun saat berhadapan dengannya, rasanya semua hilang.

"Bagaimana kamu tau aku disini?"

"Tadi di kantor aku bertemu dengan Arya dan istrinya,"ujarnya.

Spontan aku terperanjat dan menoleh ke arahnya. Aku menatapnya seolah .rncari jawaban atas pertanyaan yang ada di otakku. 

"Salsa itu adalah rekan kerjaku. Aku tadi pagi diberi buket bunga dengan kode tulisan yang sangat aku kenal. Sebuah identitas kamu, Dinar. Aku penasaran dan bertanya pada salsa dimana ia membeli buket bunga itu. Dan dia mengatakan buket bunga itu dibuat olehmu, Dinar, sahabat suaminya." Donny menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. 

Aku tertunduk dan tak berani menatap mata pria yang disayangi itu. 

"Aku tahu ceritanya dari Arya. Dan aku bertemu dengannya tadi. Knapa Dinar? Kamu berbohong padaku kalo kamu akan menikah dengan Arya?" Tanyanya

"Maafkan aku, Donny. Aku hanya ingin kamu bahagia dengan istri dan anakmu tanpa adanya aku sebagai benalu dalam kehidupanmu. Aku pikir itulah caranya agar kamu bisa melepaskan aku.."

"Knapa dengan cara seperti itu, Dinar? Aku berpikir mungkin kamu sudah bahagia bersama Arya. Mungkin kamu sudah memiliki anak. Itu yang selalu aku pikirkan setiap waktu, Dinar. Bahkan untuk pergi ke kota ini sama sebetulnya aku takut mengganggu kebahagiaanmu. Tapi...ternyata kamu tak pernah menikah dengan Arya, dan semua hanya kebohongan semata?"

"Maafkan aku, Donny,, sungguh rasanya hatiku hancur juga tanpa kamu. Berat rasanya aku hidup sendiri tanpa kamu.." aku terisak dan pecahlah tangisku.

Donny meraih kepalaku dan meletakkannya di atas bahunya seperti yang selalu ia lakukan saat aku menangis. 

"Oh Tuhan..maafkan aku Dinar. Maafkan aku,"ujar Donny sambil menahan tangis juga. "Aku membuat kamu menunggu begitu lama. Aku membuat harimu menjadi suram. Maafkan aku, Dinar."

Aku tak mampu lagi berkata-kata hanya tangisku yang pecah dan seolah mengeluarkan semua kegundahan yang selama tiga tahun ini aku pendam. Oh Tuhan..aku menemukan lagi kebahagiaanku. Dan itu adalah Donny.

Kuningan, 10 Oktober 2019

d'mee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun