Mohon tunggu...
Masni Rahmawatti
Masni Rahmawatti Mohon Tunggu... Lainnya - Journalist

Menulis Membuka Pikiran -- Publikasi: Buku Indonesia dalam Pusaran Pandemi Covid-19

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Amplop Coklat Bergaris Warna

21 September 2020   13:52 Diperbarui: 21 September 2020   14:01 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruangan ini tampak begitu sibuk. Lebih dari dua puluh pekerja berada di dalam ruangan ini. Mereka sibuk dengan tugas masing – masing. Terlihat jelas dari sudut ruangan, mereka yang benar – benar bekerja, yang hanya duduk sambil memainkan ponsel, atau tertidur setelah bekerja 24 jam tanpa henti. Mengapa tidak? Pekerjaan ini memang sangat melelahkan. Kau harus mengejar target yang tidak tahu batasannya seberapa dan harus update setiap saat.

Walau tak begitu luas, tapi ruangan ini tertata rapi dan barang – barang terletak di tempat yang semestinya. Sama seperti kantor kebanyakan, ruangan ini diisi oleh suara ketikan keyboard, telepon berdering, suara obrolan satu sama lain antar karyawan, dan suara mesin cetak yang sesekali terdengar.

Triing

Sebuah pesan singkat masuk dan mengejutkan si pemilik ponsel. Dia segera merogoh ponsel yang berada di dalam tas yang saat ini dia gunakan sebagai bantal dadakan. Dia tertidur setelah meliput berita kecelakaan tadi malam.

“Aku tunggu berita terbaru. Berita yang kau hasilkan kali ini harus yang berbobot dan harus bisa dijadikan headline.” Kalimat ini yang terpampang jelas pada layar ponsel itu. Dia menghela napas kasar dan melirik ke sekeliling ruangan seraya menggeliat kecil dan mengusap matanya. Masih mengantuk. Tapi, pekerjaan ini harus dia laksanakan. Konsekuensi menjadi seorang jurnalis. Tidak ada waktu istirahat jika kau harus menghasilkan berita yang berkualitas.

Belakangan banyak sekali kejadian di kota ini yang mengharuskan Adian tetap bersiap di kantor menunggu perintah untuk terjun ke TKP. Lelaki berusia 32 tahun ini sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Sekitar sembilan tahun dia sudah menggeluti pekerjaan yang diimpikan sedari dulu. Menjadi seorang jurnalis, dengan motivasi menjadi penghubung masyarakat dengan dunia luar.

Adian bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di luar ruangan ini. Kamar mandi ini juga tertata rapi dan bersih. Dirancang nyaman bagi para karyawan yang harus menginap dan bersih – bersih di kantor. Adian mandi dengan cepat dan langsung ke ruang ganti untuk berganti pakaian baru.

Berjalan keluar kantor sambil mengalungkan tanda pengenal di lehernya, Adian mampir sebentar ke kafe di samping kantor dan memesan segelas kopi latte. Berharap kopi itu bisa membuatnya terjaga dan tidak lelah seharian ini.

“Huuuft, kemana aku harus pergi?” Gumamnya dengan wajah bingung dan melirik ke sekitar. Adian berjalan lurus menelusuri trotoar sambil menyeruput kopi. Udara hari ini sedikit dingin. Adian mengetatkan jaketnya dan memasukkan tangan kanan ke dalam kantong jaket. Berusaha membuat sedikit kehangatan.

Telintas di pikirannya untuk menghubungi teman – temannya di bangku kuliah dulu. Adian berhenti sejenak dan merogok ponselnya. Dia mengetik di atas layar ponsel tersebut dan mendekatkan ponsel itu ke telinga.

“Oh, hai. Gimana kabar mu? Aku butuh sedikit bantuan”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun