Mohon tunggu...
Miftahur Rahmi
Miftahur Rahmi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Merupakan seorang mahasiswa yang sedang menempuh studi di Pascasarjan UNAND

Merupakan lulusan biologi Unieversitas Negeri Padang pada tahun 2010 dan melanjutkan studi ke pasca sarjana Biologi UNAND pada tahun 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Saatnya Beralih ke Biofertilizer untuk Tingkatkan Efisiensi Pertanian

15 April 2021   11:29 Diperbarui: 15 April 2021   11:58 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Biofertilizer atau  sering disebut juga pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup yang ketika diterapkan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah, akan mendiami rizosfer atau bagian dalam tanah dari tanaman dan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan nutrisi utama dari tanaman. Mikroorganisme hidup yang terkandung dalam biofertilizer memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer. Kelompok mikroorganisme yang umum digunakan sebagai bahan aktif biofertilizer adalah kelompok mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan pendegradasi bahan organik. Mikroorganisme ini dapat diberikan langsung ke dalam tanah, di sekitar daerah perakaran atau disemprotkan langsung pada tanaman.

Saat ini penggunaan pupuk kimiawi telah dilakukan secara berlebihan yang menyebabkan struktur tanah rusak. Selain itu, penggunaan pupuk kimia bisa menimbulkan dampak yang justru merusak kesuburan tanah itu sendiri dan bukan menjadikannya subur. Pada umumnya tanaman tidak bisa menyerap 100% pupuk kimia. Selalu akan ada residu atau sisanya. Sisa-sisa pupuk kimia yang tertinggal di dalam tanah ini, bila terkena air akan mengikat tanah seperti lem. Setelah kering, tanah akan lengket satu dengan lain (alias tidak gembur lagi), dan keras. Selain keras, tanah juga menjadi masam. 

Kondisi ini membuat organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme penyubur tanah) menjadi mati atau berkurang populasinya. Beberapa binatang yang menggemburkan tanah seperti cacing tidak mampu hidup di kawasan tersebut dan kehilangan unsur alamiahnya. Bila ini terjadi, maka tanah tidak bisa menyediakan makanan secara mandiri lagi, dan akhirnya menjadi sangat tergantung pada pupuk tambahan, khususnya pupuk kimia.

Berdasarkan permasalahan tersebut perlu solusi untuk mengembalikan efektifitas tanah. Salah satunya adalah dengan penggunaan biofertilizer. Pada dasarnya tumbuhan memang membutuhkan hara mikro seperti nitrogen dan pospor yang terdapat pada pupuk kimia seperti NPK. Namun tumbuhan tidak serta merta mampu menyerap hara tersebut secara optimal. 

Dalam hal ini biofertilizer sangat dibutuhkan untuk optimalisasi pengikatan nitrogen dan pospor oleh tumbuhan sehingga tidak ada residu pupuk kimia yang tertinggal di dalam tanah. Selain itu penggunaan biofertilizer bisa mengurangi cost pertanian karena harganya yang murah ,dan bisa mengurangi jumlah penggunaan pupuk kimia karena penyerapan hara yang lebih efektif oleh tumbuhan.

Dilansir dari hasil penelitian Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana tahun 2018, mengenai pengaruh biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang panjang. Hasil Penelitian menunjukan produktifitas hasil pertanian meningkat seiring dengan ditambahkan biofertilizer. Baik dari segi tinggi batang, ukuran buah, dan massa tanaman. Hal ini disebabkan biofertilizer mampu mengikat pospor dan nitrogen yang tidak mampu diikat oleh tumbuhan. Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan adanya mikroba unggul ini diharapkan dapat membuat proses fiksasi nitrogen lebih cepat.

Terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan sebagai biofertilizer, diantaranya Azotobacter yang memiliki mekanisme lengkap sebagai mikroba potensial yaitu menyediakan nitrogen, fitohormon dan antifungi. Azotobacter meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui fiksasi nitrogen, produksi fitohormon serta eksopoliskarida yang berperan meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan dan resistensi terhadap antimikroba. Beberapa penelitian melaporkan bahwa Azotobacter berperan pula sebagai pelindung tanaman dari pathogen karena menghasilkan anti fungi.

Selain itu juga ada Pseudomonas yang merupakan salah satu mikroorganisme antagonis untuk pengendalian hayati dan penginduksi ketahanan tanaman. Pseudomonas merupakan bakteri pengolonisasi akar penghasil asam salisilat dan fitoaleksin yang menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pseudomonas juga diketahui memiliki kemampuan mengikat posfat dari dalam tanah. Ia juga mampu memfiksasi zat besi yang berada di dalam tanah dan dimanfaatkan oleh tumbuhan. Dengan demikian keberadaan Pseudomonas di dalam tanah akan meningkatkatkan kesuburan tanaman karena ketercukupan hara posfat  dan besi di dalam tanah.

Dari ulasan diatas dapat kita simpulkan bahwa penggunaan pupuk hayati atau biofertilizer mampu meningkatkan efektifitas produksi pertanian, mampu mengurangi biaya produksi, meningkatkan daya tahan tumbuhan terhadap penyakit dan menjaga kualitas tanah pertanian.

Penulis : Miftahur Rahmi_Mahasiswa S2 Program Studi Biologi, Universitas Andalas

(Tugas Mata Kuliah Interaksi Mikroba dengan Tumbuhan_Dosen Pengampu; Dr. Fuji Astuti Febria)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun