Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerbung | Kemarau Sang Perawan (Part 3)

4 Februari 2020   18:46 Diperbarui: 4 Februari 2020   18:45 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari pixabay

"Aku tak menghendakinya."

"Janin di perutmu itu tetap darah dagingmu!"

Anik tertunduk. Ia mengelus perutnya denga perasaan perih.

"Lalu apa kata orang-orang nanti jika kamu ikut aku ke Solo. Apalagi jika kamu berniat membunuh bayimu. Kamu harus menikah dengannya." 

"Tidak! Aku hanya ingin menikah denganmu. Itu pun kalau kamu masih menerimaku, perempuan nelangsa. Perempuan yang menanggung malu atas kebiadan lelaki brengsek."

Tak lama kemudian pintu rumah digedor sekelompok warga.

"Pras, keluar kau sekarang! Kami tahu kamu di rumah Anik," teriak seorang warga.

"Laki-laki harus bersikap jantan. Berani berbuat, berani bertanggungjawab," warga lain ikut berteriak.

"Kalian bisa diam tidak. Kita ini bertamu ke rumah orang. Semua bisa diobrolkan baik-baik," sergah Wiryo, ketua RT.

Danutirta, ayah Anik membuka pintu rumahnya melihat kegaduhan.

"Monggo pinarak. Tidak perlu teriak. Saya sadar anak saya menanggung aib, tapi tidak perlu panjenengan semua mempermalukan kami seperti itu," kata Danu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun