Harus kita akui distribusi gas LPG 3 Kg atau gas melon selama ini tidak tepat sasaran. Tulisan ini berdasarkan pengamatan penulis terhadap pendistribusian gas oleh agen, sub-agen, pengecer, minimarket, dan toko kelontong.
Distributor tidak hanya menjual gas kepada warga kurang mampu, tetapi juga melayani pengiriman kepada pengusaha, UMKM, pedagang, dan rumah makan. Agung menyadari tindakannya itu menyalahi aturan.Â
Sesuai kebijakan pemerintah gas melon diperuntukkan masyarakat miskin. Tapi lumrah kita temui orang kaya, tak berhak mendapatkan subsidi turut menyerobot hak warga tidak mampu.
Dilema tersendiri bagi agen saat gas melon langka di pasaran. Terlebih bagi pengecer yang sudah mempunyai pelanggan tetap. Pelanggan ini tergolong mampu, tetapi meminta jatah tidak dikurangi, meski gas langka di pasaran.Â
Mereka berani membayar harga lebih tinggi. Orang kaya terpenuhi kebutuhan gasnya, orang miskin terpaksa pontang-panting membeli gas ke pengecer lain.Â
Jika subsidi gas LPG 3 Kg dicabut dikhawatirkan agen memengaruhi pendapatannya. Pemerintah akan menerapkan distribusi tertutup dan membatasi pembelian gas melon.Â
Rencananya pada pertengahan tahun ini diberlakukan aturan ketat. Hanya warga yang tidak mampu yang bisa membeli gas melon dan dibatasi 3 tabung gas per-KK setiap bulan.
Kebijakan pembatasan di atas diterapkan pemerintah untuk mengatasi distribusi salah sasaran. Data dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (2019) terdapat 10 % warga mampu memakai gas melon.Â
Hal ini berpengaruh terhadap subsidi yang ditanggup pemerintah. Akibat dijual "bebas", konsumsi gas melon naik sekitar 5,5 % per tahun.
Gas subsidi yang dikeluarkan pemerintah membengkak mencapai 6,41 miliar Kg dari alokasi sebesar 6,20 miliar kg pada tahun 2017.Â
Sedangkan tahun 2018 sebanyak 6,53 miliar Kg dikeluarkan dari alokasi 6,45 miliar kg. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi akan menambah defisit anggaran. Apalagi sebanyak 73 % kebutuhan gas nasional masih tergantung pada impor.