Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Ranjang Tanah

17 Januari 2020   13:16 Diperbarui: 17 Januari 2020   16:44 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : expres.co.uk

"Kita menikah dulu" 

"Aku ingin mati bersamamu."

Leksono terdiam, membaca mata Anggita. 

"Janji untuk menikah denganmu di hadapan bapak sudah tak mungkin. Hanya dengan satu cara. Menyatu dengan dunia bapak." 

"Kamu gila apa?" Leksono menatap marah kepada kekasihnya. 

"Aku tak gila. Aku sudah terlanjur berjanji akan menikah di hadapan bapak. Kita akan melewati malam pertama di ranjang tanah pekuburan. Kau keberatan?" 

"Di kuburan gelap kalau malam." 

"Gelap malah asyik kan?" 

Terpejam mata keduanya. Sambil merapal mantra kepada malaikat pencabut nyawa. Ila hadrati malaikat al mauti al Izrail , Al fatihah...

Mata terpejam. Berhentilah detak jantung. Terputuslah nafas keduanya. 

**** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun