Mohon tunggu...
Miftachul Khawaji
Miftachul Khawaji Mohon Tunggu... Seniman - Guru

Tukang gambar dan kadang suka nulis.. 👨‍🎓Islamic History and Civilization 2016

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syekh Ihsan Jampes dan Irsyadul Ikhwan: Toleransi dan Moderasi di Tengah Kontroversi Rokok

23 Mei 2023   07:43 Diperbarui: 23 Mei 2023   08:16 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biografi Singkat Syekh Ihsan Jampes

Syekh Ihsan Jampes merupakan salah satu ulama yang cukup berpengaruh dalam penyebaran ajaran Islam di wilayah Nusantara pada abad ke-20 Masehi. Meskipun terkenal pendiam dan tidak suka publikasi, ulama asal Kediri ini merupakan ulama Nusantara bertaraf internasional yang memiliki banyak karya dalam berbagai fan keilmuan. Salah satu karangan beliau yang cukup terkenal adalah kitab Sirajut Thalibin yang merupakan syarah dari kitab Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali. Kitab karya Syekh Ihsan ini menjadi salah satu bacaan wajib bagi para mahasiswa Universitas al-Azhar yang ingin mendalami pemikiran tasawuf Imam al-Ghazali.

Syekh Ihsan lahir pada tahun 1901 M dari pasangan KH. Muhammad Dahlan dan Nyai Artimah di sebuah desa bernama Putih, Kecamatan Gampeng Rejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Jika garis keturunannya ditelusuri ke atas, dari jalur kakek, yaitu Kyai Shaleh, merupakan keturunan seorang Sultan di daerah Kuningan (Jawa Barat) yang memiliki nasab sampai ke Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sedangkan nenek beliau, Nyai Istianah, dari jalur ayah masih memiliki garis keturunan dari Panembahan Senopati sang pendiri Kerajaan Mataram Islam, dan dari jalur ibu, Nyai Istianah masih keturunan dari seorang kiai kharismatik dari Ponorogo, yaitu Kiai Hasan Besari, pengasuh Pondok Pesantren Tegalsari yang memiliki nasab sampai ke Raden Rahmat atau biasa dikenal dengan Sunan Ampel.

Terlahir dari trah yang kental dengan aroma pesantren, masa kecil Syekh Ihsan bisa disebut unik dan berbeda dengan kebiasaan kaum santri pada umumnya. Meskipun tetap melakukan ngaji sorogan kepada ayahnya, Syekh Ihsan kecil yang dipanggil Bakri ini terkenal nakal. Di antara kebiasaannya yaitu sering menonton pertunjukan wayang dan juga gemar melakukan judi. Tentunya sebuah kebiasaan yang dianggap tabu di dunia pesantren. Meskipun demikian, kebiasaan Bakri ini tidak semuanya bernilai buruk. Terbukti ketika Bakri dapat membaca karakter-karakter manusia dengan mendalami perwatakan dari tokoh wayang yang dipelajarinya. Hal inilah yang memudahkannya dalam mendalami dunia tasawuf, dimana dunia tasawuf tidak lepas dari karakter dan thabiat-thabiat nafsu, yang semua itu tidak lepas dari sifat-sifat dasar manusia. Selain itu, dalam hal berjudi Bakri hanya mau berjudi dengan bandar yang kaya raya, dan tak pernah ikut menikmati hasil taruhannya ketika ia memenangkan perjudian itu. 

 Akan tetapi, perbuatan judi dan menonton wayang tetap saja merupakan perbuatan yang dinilai buruk, terutama di kalangan pesantren. Hal inilah yang membuat geram sang nenek, hingga pada suatu hari diajaklah Bakri berziarah ke makam kakek buyutnya di daerah Pacitan, yang mana semenjak saat itu kehidupan Bakri berubah drastis. Ia memutuskan untuk meninggalkan kebiasaan buruknya, untuk kemudian memperdalam wawasan keilmuan di bidang agama.

Dorongan kuat untuk mengembara mencari ilmu pun muncul, hingga akhirnya Syekh Ihsan memutuskan untuk menimba ilmu di beberapa pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di antaranya yaitu Pesantren Jamsaren Solo, Pesantren KH. Dahlan Semarang, Pesantren Mangkang Semarang, Pesantren Punduh Magelang , Pesantren Gondanglegi Nganjuk, dan Pesantren Bangkalan Madura di bawah asuhan mahaguru ulama Nusantara kala itu, Syekh Kholil bin Abdul Latif Bangkalan.

Tekad dan perjuangan Syekh Ihsan dalam menuntut ilmu membawa hasil yang tidak mengecewakan. Ia sukses menjadi seorang alim yang tidak hanya terkenal di Jawa, namanya begitu masyhur dan berkibar di seluruh penjuru dunia Islam melalui karyanya yang paling fenomenal, Sirajut Thalibin. Kitab yang menjadi referensi mancanegara ini menarik perhatian Raja Faruk, penguasa Mesir kala itu, sehingga ia mengutus seorang bawahannya ke Dusun Jampes hanya untuk menyampaikan keinginannya agar Syekh Ihsan bersedia mengajar di Universitas Al-Azhar. Meskipun keinginan dari Raja Faruk tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Syekh Ihsan dengan alasan masih ingin mengabdikan dirinya di tanah kelahirannya melalui pendidikan Islam di Pesantren yang dipimpinnya.

Sekilas Tentang Kitab Irsyadul Ikhwan

Semenjak muda, Syekh Ihsan terkenal gemar membaca. Baginya, tiada hari tanpa membaca. Bermacam-macam buku dan karangan ia baca, baik yang berbahasa Arab maupun Indonesia. Seiring dengan kegemarannya membaca, tumbuh pula hobi menulis, sehingga hari-harinya di samping mengajar di pesantren selalu diisi dengan kegiatan membaca dan menulis.

Apa yang ditulis merupakan cerminan dari apa yang telah dibaca. Begitulah yang dikatakan oleh banyak orang. Hal ini pula yang berlaku pada Syekh Ihsan. Ulama besar yang memiliki minat baca tinggi ini merupakan seorang penulis yang memiliki banyak karya dari berbagai macam cabang keilmuan. Dari yang bertema tasawuf, astronomi, tafsir, fikih, sastra, dan berbagai cabang keilmuan lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun